Mohon tunggu...
Syarifah Lestari
Syarifah Lestari Mohon Tunggu... Freelancer - www.iluvtari.com

iluvtari.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Maafkan Aku, Tetangga...

21 April 2020   11:54 Diperbarui: 21 April 2020   12:06 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokpri Syarifah Lestari

Kebiasaan kami berjemur pukul 10 pagi di awal-awal pandemi dulu, kini hampir tak pernah dilakukan lagi. Awalnya terputus hujan, lalu terpaksa kami hentikan karena cenderung memancing keramaian.

Sebagai gantinya, aku sengaja menjemur pakaian lebih siang. Posisi jemuran ada di halaman belakang rumah, tertutup tembok tetangga dan berbagai benda yang difungsikan sebagai pagar.

Jadi berjemur sambil menjemur. Sekira lima belas menit saja, sesuai anjuran para ahli untuk mendapatkan vitamin D, demi meningkatkan imunitas.

Aku yang bukan tipikal emak-emak gaul memang tak mudah akrab saat menyapa tetangga yang lewat, atau sama-sama menyapu halaman. Paling hanya senyum, itu pun kalau kelihatan.

Seringnya jika aku beraktivitas di luar rumah seperti menepikan sampah atau menemani anak main sepeda, aku tak pakai kacamata. Jadi kadang tak terlihat bagaimana ekspresi orang lain, bahkan apa ia melihatku atau tidak.

Ditambah anugerah introvert sejak janin, sempurnalah aku untuk difitnah sombong.

Tapi bahaya lebih besar datang bukan jika aku yang di luar. Seperti sudah kusebutkan, aku sudah terbiasa tak terlalu akrab mengobrol. Melainkan anak-anak jika mereka sudah melewati pintu rumah.

Jika sebelumnya anak-anak masih sempat bersepeda, sekarang tak kami lakukan lagi. Anak lain yang melihat kami berjemur ada kalanya datang untuk ikut bergabung.

Namanya anak-anak, mana paham mereka soal jaga jarak. Belum lagi kebiasaan menyentuh wajah yang orang dewasa saja sulit meninggalkannya. Mau tak mau, anak-anak harus kukurung untuk menyelamatkan diri. Dan kita semua, tentunya.

Masih di dalam kamar saja, kadang kala anak-anak tetangga mendatangi mereka di jendela. Ngobrol sampai ketawa-ketawa di sana. Karena itu, jika anak-anak tetangga sudah berkumpul di lapangan atau main HP di pendopo, kuminta anakku pindah ke kamarku atau ke ruang lain yang tak ada jendelanya.

Kesannya sombong ya, sok eksklusif. Kadang terpikir, jangan-jangan anak itu mengadu pada orangtuanya, mengajak bermain malah diabaikan. Kalau mengusir, insyaallah tidak pernah.

Tapi di masa pandemi begini, bodo amatlah dengan prasangka. Jangan-jangan justru aku yang terlalu banyak berprasangka.

Dengan bertahan dalam kecuekan, syukurlah perlahan-lahan tak ada lagi anak-anak yang mendekat ke jendela kamar. Walaupun beberapa anak masih berlarian di lapangan sana, tapi tak seriuh biasanya.

Yuk Bapak Ibu, edukasi anak-anak agar betah di rumah! Makin patuh, makin cepat kita bisa kelayapan lagi!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun