Mohon tunggu...
Syarifah Lestari
Syarifah Lestari Mohon Tunggu... Freelancer - www.iluvtari.com

iluvtari.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Siapa Bilang Terbitkan Sertifikat Hanya Butuh Tiga Bulan? Dua Tahun!

11 Maret 2020   19:27 Diperbarui: 11 Maret 2020   19:33 648
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tahun 2013, seorang kawan senior menelepon, "Rumah Tari di daerah ^&((*&*%* kan?"

Aku mengiyakan.

Ada surat dari pemerintah provinsi terkait lahan yang kami tempati. Singkat cerita, kujemput surat tersebut. Katanya semua warga diberitahu perihal berita ini, tapi tak sehelai pun sampai ke rumahku kecuali setelah surat itu kudapat lewat jalur yang bukan seharusnya (Lurah/RT).

Kawanku itu mantan anggota dewan, suaminya baru saja pindah tugas ke Setda Provinsi. Surat yang sampai padaku didapat dari kantor suaminya. Jadi, untuk yang kesekian kalinya pemerintah menegaskan bahwa tanah yang kami tempati adalah milik negara. Khusus untuk warga yang namanya tertulis dalam daftar, dapat membeli dari pemerintah dengan cara dicicil.

Daftar tersebut berisi nama-nama warga yang menandatangani kesepakatan dengan pihak agraria tahun 1996. Menurut hematku,angka yang tercantum pada SK Gubernur tersebut cukup murah untuk lokasi sestrategis itu.

Belum lagi cara diangsur lima tahun dan tanpa denda keterlambatan. Tapi kakak-kakakku hampir semua keberatan untuk membayar, sebab bukan kali ini saja ada tagihan perihal tanah.

Sudah sejak dulu ada yang bolak-balik suruh bayar tapi tak pernah terbit sertifikat. Aku tidak tahu di mana kelirunya atau siapa yang salah, sebab tahun 1996 aku masih kelas 6 SD. Cuma tahu jajan dan PR.

Mamakku bukan orang ngawur yang datang-datang bikin rumah. Beliau membeli 3,5 tombak dari seorang pegawai agraria yang mengaku sebagai pemilik tanah itu. Karena orang lain berhasil mendapat sertifikat setelah lunas, maka Mamak mengikuti jejak mereka.

Nahas, setelah lunas si penjual pensiun, sehingga ia tidak bisa lagi mencetak sertifikat palsu. Kukatakan palsu, karena setelah aku bolak-balik Setda dan BPN, seluruh tanah itu memang merupakan aset pemerintah provinsi. Kalaupun yang mereka punya disebut sertifikat, artinya ada sertifikat ganda di atas lahan yang sama.

Sia-sia bukti bayar yang kubawa ke sana kemari. Tidak pernah ada SK dari instansi pemerintah mana pun yang menyatakan pelepasan aset. Pokoknya Mamakku ditipu. Titik.

Akhirnya untuk mendapat sertifikat, harus dimulai dari awal lagi. Tapi proses itu tidak dimulai sampai 5 tahun kemudian, ketika seorang yang mengaku Satpol PP datang ke rumah mengantar  surat tagihan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun