Mohon tunggu...
Syarifah Lestari
Syarifah Lestari Mohon Tunggu... Freelancer - www.iluvtari.com

iluvtari.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Misteri Bonita dan Balon ABC

13 Februari 2020   22:12 Diperbarui: 13 Februari 2020   22:13 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi pameran pembangunan | Photo by Alex Ware on Unsplash

Namanya Bonita. Ia cuma sepotong kepala yang diletakkan di atas meja. Jangan membayangkan potongan kepala yang berdarah-darah, sama sekali tidak sesadis itu.

Ngetiknya aja aku ngeri.

Bonita muncul setidaknya tiga kali di Pameran Pembangunan Jambi (PPJ), event rutin tahunan untuk memeriahkan HUT Republik Indonesia. Pameran berlangsung 10 hari sampai 2 pekan. Mirip pasar malam, tapi lebih meriah lagi karena diramaikan dengan aneka pertunjukan dan pameran oleh instansi pemerintah maupun swasta. PPJ merupakan bagian terindah dari masa kanak-kanakku.

Untuk melihat Bonita, pengunjung harus membeli karcis terlebih dahulu. Setelah selembar karcis didapat, bersabarlah dengan antrean panjang memasuki ruang di mana Bonita berada.

Karcisnya tidak mahal, tapi aku lupa berapa tepatnya. Yang jelas masih terjangkau di uang jajanku, meski harus menabung beberapa hari dulu. Tapi aku gak punya pengalaman menabung, seingatku kalau mau ya tinggal minta.

Bukan karena kami orang kaya, tapi karena aku bungsu dari 7 bersaudara. Mamak Bapak jarang menolak permintaanku, kakak-kakak pun begitu. Tapi kebiasaan ini tidak akan kuturunkan ke anakku. Banyak efek negatifnya.

Di dalam ruangan yang tidak terlalu luas, Bonita tergeletak di tengah pengunjung. Ada pagar yang membatasi kami dengan meja di mana Bonita diletakkan.

Sebelum acara dimulai, Bonita nampak terpejam. Jika pengunjung sudah memenuhi ruang, pintu ditutup. Kemudian pembawa acara akan membangunkan perempuan "malang" itu.

Bonita berkulit putih, cantik dan ramah. Setelah dibangunkan, ia akan diajak ngobrol oleh pemandu acara. Untuk selanjutnya, pengunjung dipersilakan mewawancarai Bonita.

Lucunya (kalau diingat sekarang), pengunjung biasanya akan bertanya sejak kapan Bonita seperti itu? Bagaimana bisa? Dan pertanyaan-pertanyaan lain yang sudah pasti dijawab dengan kebohongan.

Aku lupa jawaban Bonita, karena aku sendiri sibuk memikirkan, bagaimana ia bisa tetap hidup hanya dengan kepala? Apa ia juga makan? Kalau iya, ke mana larinya makanan itu? Tapi pertanyaan itu tertinggal di kepala selama bertahun-tahun. Sampai Bonita tak pernah hadir lagi di pameran tahunan itu.

Aku bahkan baru ingat tentang Bonita ini di akhir 2019 kemarin, dan baru sempat menuliskannya sekarang.

Tebakanku, rahasia Bonita dan timnya terbuka di suatu tempat, sehingga mereka harus menghentikan kebohongan, yang meski konyol, berhasil menipu ribuan (mungkin ratusan ribu) orang.

Setiap pameran dibuka, pengunjung yang datang hampir selalu membludak. Terutama di hari pertama dan terakhir. Kalau aku tak salah ingat, presiden dan atau ibu negara pernah datang ke PPJ, disambut tari Sekapur Sirih di lapangan depan. Pokoknya setiap bulan Agustus, wilayah Simpang Kawat ramai luar biasa. 

Ada yang bisa menebak, bagaimana trik yang dilakukan Bonita dan rombongannya? Aku saja baru tahu setelah mencari-cari di Youtube.

Aksi Bonita bisa dibilang sebelas dua belas dengan para penjual obat palsu. Mereka mengumbar janji obatnya bisa mengatasi ini dan itu, lalu seseorang mengeluhkan penyakitnya. Pasien dadakan itu ternyata bagian dari tim penjual obat juga.

Lama kelamaan, orang makin paham dengan drama remeh itu. Meski remeh, banyak dari kita yang pernah jadi korban kan?

Begitulah kebohongan para penipu di masa lampau. Untungnya keluguan kita hanya mengimbas pada kerugian yang tak seberapa. Karena tipuan mereka juga tidak secanggih zaman sekarang.

Malah kalau masa itu dikenang kembali, para korban justru tertawa. Menertawai kebodohan sendiri.

Setelah Bonita tak lagi muncul, pameran lebih sering dimeriahkan dengan wahana rumah hantu. Yang ini pun tak kalah konyol.

Jelas-jelas di siang hari orang-orang melihat para "hantu" itu makan, minum, dan menjemur pakaian. Tetap saja malamnya kocar-kacir ketakutan melihat mereka yang telah "berhias".

Salah satu temanku bahkan pernah berlari kencang dari wahana hingga ke rumahnya. Menangis sampai terkencing-kencing, dan itu jadi bahan cerita hingga dewasa kini. Setiap sepupunya mengingat itu, ia tertawa sampai keluar air mata.

Sayang sekarang PPJ tidak pernah diadakan lagi. Area yang dulu menjadi semacam kompleks stand permanen berisi berbagai bukti pembangunan dari seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Jambi, kini sudah beralih menjadi sekolah.

Tidak ada lagi Wong Fei Hung yang menghibur kami di depan stand Kehutanan (yang membuat kakakku bangga, karena adiknya lebih memilih film kungfu daripada film Barry Prima di TV-TV yang berjajar di PPJ bagian depan). Telepon umum pesing tempatku menghambur-hamburkan koin rumah gadang juga tak terlihat satu pun saat ini.

Mobil KB yang dulu membawa proyektor untuk ditembakkan ke layar tancap tinggal kenangan. Ada lagu pak depapak preman-preman di panggung belakang. Di sebelahnya stand baterai ABC yang juga menjual Indomie.

Tiga bungkus Indomie dihargai seribu rupiah, aku pernah mendapat hadiah balon besar bertuliskan ABC karena kakakku membeli mi instan di situ. Eh sebentar. Yang terakhir ini nyata atau mimpi ya? Sebab aku juga punya kenangan kalau setiap kakak sulung kuajak ke sana, ia selalu bilang, "Dak ado duit!" padahal aku pengin sekali punya balon besar bertuliskan ABC itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun