Mohon tunggu...
Syarifah Lestari
Syarifah Lestari Mohon Tunggu... Freelancer - www.iluvtari.com

iluvtari.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Tidak Ada Karyawan yang Resign Karena Pekerjaan

19 Januari 2020   21:39 Diperbarui: 9 Maret 2020   08:45 6853
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi karyawan resign. (sumber: shutterstock)

3 Oktober 2016, kutinggalkan kantor dengan perasaan sedih dan jengkel yang luar biasa. Sama sekali tidak ada penyesalan meninggalkan tempatku mencari nafkah selama 7 tahun itu. 

Kalaupun ada yang disesalkan, adalah alasan kenapa aku harus sakit hati pada orang yang paling kuhormati di sana.

Duh, admin Kompasiana bikin korengku basah lagi ah!

Ada yang mengganjal dari sekian banyak kebijakan. Aku yang susah diam melihat sesuatu yang "aneh" memilih bersuara. Dan dapatlah aku pelajaran, selama kita numpang makan di tempat orang, standar benar salah ada di tangan orang tersebut. 

Sebesar apa pun jasamu, sebutuh apa pun tempat itu padamu, masih banyak orang lain yang bisa menggantikan posisimu.

Hikmahnya lagi, aku meyakini setiap orang akan diuji dengan ucapannya. Setiap orang, pada masanya akan dipaksa oleh keadaan untuk membuktikan apa yang pernah ia katakan. 

Inilah salah satu sebab aku kurang begitu sreg dengan motivator yang memotivasi orang lain, sementara ia belum pernah merasakan hal yang sama, yang sedang dialami oleh orang yang ia motivasi.

Ini juga sebab aku lebih banyak menghindar jika orang curhat soal rumah tangga. Khawatir suatu saat aku diuji untuk membuktikan ucapanku. Berat!

Sejak setahun terakhir, di 2016 itu aku sudah mengupayakan pertahanan terbaik. Berusaha mencintai pekerjaan, dengan berbagai alasan yang kumunculkan. Dari sekadar wifi gratis, sampai kesempatan untuk bisa salat Duha tiap hari.

Ketika curhat pada seorang teman, ia selalu menganjurkan untuk bertahan. Sebab tidak banyak tempat kerja di dunia ini yang lingkungannya sekondusif di tempatku.

Kuakui, teman-teman di sana terhitung baik. Teman satu ruang sama sekali bukan tipe penggosip, kami saling membela satu sama lain. Tapi kalaupun ada teman sejajar yang buruk, masih bisa diabaikan. Kalau atasan?

Ilustrasi kata-kata dari Tom McFile. (sumber: facebook.com/tommcifle)
Ilustrasi kata-kata dari Tom McFile. (sumber: facebook.com/tommcifle)
Suatu hari, beberapa orang masuk ruanganku. Oleh atasan, mereka dimarahi di depanku. Tak tega kulihat wajah mereka. Dan aku sangat ingat betapa orang yang paling kusayang dan kuhormati ini pernah berkata, "Jangan marahi anak di depan temannya! Itu bisa meruntuhkan harga dirinya."

Aku yang memegang ucapannya, bukan dia.

Maka pada momen itu aku berjanji dalam hati, kalau sampai aku diperlakukan seperti itu, aku akan keluar dari sini!

Sekira satu atau dua bulan kemudian, aku dipaksa memenuhi janji itu.

Setelah menganggur di rumah, hal pertama yang kukhawatirkan adalah suntuk. Bayangkan, 7 tahun pergi pagi pulang siang/sore, tahu-tahu harus berdiam di rumah.

Kekhawatiran tinggal kekhawatiran, nyatanya kian hari aku kian menikmati kenyamanan di rumah. Sisi introvert-ku seolah mendapat ruang untuk dilampiaskan sejadi-jadinya. Buku, laptop, buku, laptop... senangnyaaa.

Lalu bagaimana dengan pemasukan? Aku tawakal aja sih. Toh nafkah rumah bukan tanggunganku. Alhamdulillah aku dikaruniai suami yang bertanggung jawab. Meski nafkah darinya tidak berlimpah-limpah, minimal stok kopiku aman.

Dan nyatanya rezeki memang bukan di tangan bos. Dengan menekuni hobi, justru aku bisa menghasilkan dari rumah. Tak perlu pergi pagi pulang sore, tak perlu memikirkan seragam. Bahkan saat aku sedang malas menerima job, ya kutolak saja.

Bisa dibilang, saat ini aku telah sampai pada jabatan idaman yang kuimpikan sejak dulu; jadi bos bagi diriku sendiri. Tapi karena pengalaman, keahlian dan minatku jelas beda dengan orang lain, aku tak merasa perlu membagikan tips semacam itu pada siapa pun.

Ketika seorang teman yang lain curhat soal tempat kerjanya. Aku tetap menyemangatinya untuk bertahan, jika itu masih nyaman untuk diteruskan. Jika tidak, untuk apa mengorbankan diri? Duit tak dibawa mati. Tapi sakit hati bisa bikin mati!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun