Mohon tunggu...
Syarifah Lestari
Syarifah Lestari Mohon Tunggu... Freelancer - www.iluvtari.com

iluvtari.com

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Menikmati Ratusan Naskah Siswa SD, Lucu-lucu Pilu

14 Desember 2019   08:04 Diperbarui: 14 Desember 2019   20:48 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Naskah cerita siswa SD. (Foto: dok. pribadi)

Pertama, anak-anak sebaiknya tidak diberi contoh tulisan. Informasi ini kudapatkan ketika dulu menjadi fasilitator di sekolah alam. Salah seorang guru senior berkata, "Jangan kasih anak contoh, Tar. Nanti yang disebut contoh itu akan menempel terus di karya mereka."

Sayang pesan itu baru disampaikan setelah aku memberi contoh cerpen dari Bobo. Ternyata benar, ketika diminta menulis, mereka malah menulis ulang cerita yang sebelumnya mereka baca. 

Kedua, banyak anak terpapar sinetron. Orangtua zaman sekarang memang serbasalah. TV banyak mudaratnya, Youtube pun tak kalah rusak dengan trendingnya yang bertabur sampah. 

Bukulah yang masih bisa diharapkan, tapi buku jelas kalah menarik dibanding ponsel. Dari tulisan anak-anak yang kubaca, luar biasa banyak yang kisahnya salin-tempel sinetron! 

Yang ibunya mati, temannya mendadak kena kanker stadium IV, ibu tiri jahat, ayah selingkuh lalu bangkrut, dll. Sumpah, aku sakit hati kalau sudah membaca yang begini. Tapi kalaupun yang seperti ini dibahas di hadapan guru, mereka juga tak bisa berbuat banyak. TV dan ponsel urusan orangtua.

Ketiga, pengalaman pribadi adalah hal termudah yang bisa dituliskan. Kenapa ya anak-anak jarang mau menuliskannya? Bahkan di ruang fiksi mereka boleh berbohong untuk melebay-lebay pengalamannya. 

Diperkenankan bohong karena orang tahu itu cerita bohong. Namanya juga imajinasi. Pengalaman pribadi dan pengalaman membaca selalu kuberi nilai lebih. 

Anak yang sering membaca akan mudah menyusun kata, mengatur alinea, dan menyampaikan maksudnya. Beda dengan poin pertama, banyak membaca tidak membuat mereka menyalin bacaan. Karena banyak yang pernah dia baca sehingga tidak cuma satu yang harus ditiru.

Keempat, mirip dengan pengalaman, kearifan lokal sebenarnya merupakan tema seksi yang bisa diangkat. Sangat disayangkan ketika anak-anak Kerinci tidak menceritakan gunung dan danau yang mereka punya. Kebun teh mereka yang lebih populer dari gubernurnya tidak mereka angkat, barang sekadar mencicip dodol kentang di antara daun-daun dan kaki petani.

Anak-anak merangin alih-alih bercerita tentang air terjun, malah jalan-jalan ke Jambi Town Square! Bahkan seharusnya mereka yang di daerah akan kuberi poin tinggi sekadar bercerita dikejar babi di kebun sawit. Atau pup di jamban di mana ampas mereka dimakan ikan-ikan kecil penghuni kolong jamban itu. Sumpah!

Aduh, Nak! Kalian punya kesempatan menggila di ajang lomba. Kenapa tidak dipakai, bikin geregetan! Zamanku dulu, tidak satu lembaga pemerintah pun yang pernah mengadakan sayembara semanis ini. Aku nulis diketawain, diremehin. Tapi dibaca juga, gratis. Gak dibayar!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun