Mohon tunggu...
Mr. Gee
Mr. Gee Mohon Tunggu... -

Menulis apa yang hendak ditulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hidup Bukan Untuk Sekedar Hidup

19 Maret 2016   15:50 Diperbarui: 19 Maret 2016   16:22 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Menarik pernyataan dari Buya Hamka “ Kalau hidup hanya untuk hidup maka babi di hutan juga hidup, kalau bekerja sekedar bekerja maka kera juga bekerja”

Tentu Buya Hamka sebagai seorang ulama dan cendikiwan membuat pernyataan di atas bukan basa basi atau muncul secara tiba-tiba. Namun keprihatinan mendalam terhadap kehidupan masyarakat saat itu yang jauh dari makna hidup yang sesungguhnya. Banyak manusia yang melupakan atau tidak mengetahui hakekat hidupnya itu apa dan hendak kemana?

Ini juga sindiran yang sangat keras kepada siapapun yang bernama manusia. Kalau hidup sekedar hidup maka apa bedanya dengan babi yang hidup di hutan? Pemilihan kata babi untuk menunjukkan keparahan dari kebodohan seseorang karena babi adalah simbol binatang yang tergolong bodoh. Padahal manusia itu mahluk sempurna dengan adanya akal dan hati.

Ada beberapa golongan manusia dalam menghabiskan waktu hidupnya di dunia ini.

Pertama, hidup untuk menumpuk harta. Sehingga yang ada di kepala mereka adalah hanya mencari uang, harta atau kekayaan untuk bertahan hidup. Segala apa yang mereka lakukan dengan giat adalah usaha agar tidak punah. Mereka meyakini bahwa seolah yang menjadikan bahagia dan abadi adalah dengan banyaknya harta kekayaan mereka yang mereka kumpulkan. Manusia  yang tipenya seperti ini biasanya disebut materialistis. Mereka cenderung pelit dan penuh perhitungan. Untung-rugi adalah mekanisme kerja mereka. Padahal dalam surat al Humazah, Allah swt dengan sangat jelas mengancam orang yang menumpuk-numpuk harta dengan ancaman neraka huthomah yaitu neraka yang apinya menyala membakar hingga ke hati.

Kedua, hidup untuk mengejar jabatan atau karier. Mereka habiskan hidupnya untuk bekerja dan bekerja untuk meraih puncak karier atau jabatan. Seolah eksistensi seseorang itu dari tingginya jabatan yang diperolehnya atau empuknya kursi kekuasaan yang didudukinya. Sehingga mereka cenderung ambisius atau haus kekuasaan, segala cara halal haram, kelicikan ditempuh untuk mendapatkan namanya jabatan. Ketika sudah menjabat ingin mengabadikan jabatan atau turun temurun kepada keluarganya.

Bersambung....

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun