Mohon tunggu...
Stevan Manihuruk
Stevan Manihuruk Mohon Tunggu... Penulis - ASN

Buruh negara yang suka ngomongin politik (dan) uang

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Mengenang Syafiuddin Kartasasmita, Sampai Mati Melawan Korupsi

26 Juli 2018   09:56 Diperbarui: 26 Juli 2018   20:30 9373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Foto: liputan6.com)

Tanggal 26 Juli 2001, Syafiuddin Kartasasmita ditembak mati oleh orang tak dikenal saat hendak berangkat ke kantornya. Sehari-harinya, Syafiuddin bekerja sebagai Hakim di Mahkamah Agung.   

Misteri motif pembunuhan Hakim Agung Syafiuddin terungkap setelah dua orang tersangka pelaku pembunuhan tertangkap sebulan kemudian. Keduanya mengaku disuruh Tommy Soeharto untuk menghabisi Syafiuddin.  

Alur kisahnya menjadi jelas. Sebelum tewas, Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita memang sedang menangani kasus tukar guling PT Goro Batara Sakti (GBS) dan Bulog yang merugikan negara sebesar Rp 9,5 miliar. Kasus ini menyeret Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto. Tommy merupakan komisaris utama PT GBS sebagai pemilik saham 80 persen.

Sementara Ricardo Gelael menjabat sebagai direktur utama perusahaan tersebut yang mengantongi saham 20 persen. Mereka terlibat perjanian tukar guling atau ruislag dengan Bulog pada 17 Februari 1995 silam.

Lahan milik Bulog berupa bidang tanah, gedung, kantor, dan gudang di Kompleks Pergudangan Bulog di Kelapa Gading, Jakarta Utara seluas sekitar 50 hektare tersebut akan ditukarkan dengan lahan seluas sekitar 125 hektare, di kawasan Marunda, Jakarta Utara, berupa rawa-rawa yang disiapkan Tommy. Kasus itu muncul ke permukaan setelah diketahui tak ada proses lelang, melainkan melalui penunjukkan langsung atas kuasa ayah Tommy.

Semula di pengadilan tingkat pertama, yaitu PN Jakarta Selatan, Tommy, dan Gelael divonis bebas, pada 19 April 1999. Namun Jaksa meminta banding dan di tingkat kasasi MA, Tommy divonis bersalah.

Ketua Majelis Hakim saat itu, Syafiuddin Kartasasmita, menjatuhkan hukuman berupa wajib bayar ganti rugi Rp 30 miliar, denda Rp 10 juta, dan hukuman kurungan 18 bulan penjara, pada 22 September 2000 silam.

Tommy sempat mengajukan grasi kepada Presiden Gus Dur. Namun Gus Dur menolak permohonan grasi Tommy melalui Keputusan Presiden Nomor 176/G/2000 yang dirilis pada 3 November 2000. Selanjutnya, Tommy melarikan diri alias kabur.

Saat Polri melalui Tim Kobra dipimpin Tito Karnavian, Tim Khusus Pemburu Tommy sedang berusaha memburu Tommy, terjadilah peristiwa penembakan Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita.

Setelah menjadi buronan selama 1 tahun lebih 22 hari, pencarian Tommy berakhir ketika polisi menyergapnya di sebuah rumah Jalan Maleo II No.9, Bintaro Jaya, Tangerang. Pada 28 November 2001, Tommy ditangkap saat tengah tertidur lelap.     

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat akhirnya memvonis Tommy 15 tahun penjara. Tommy terbukti memiliki senjata api, memiliki amunisi, membunuh Hakim Agung Syafiuddin, serta melarikan diri dari jerat hukum.    

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun