Mohon tunggu...
Stevan Manihuruk
Stevan Manihuruk Mohon Tunggu... Penulis - ASN

Buruh negara yang suka ngomongin politik (dan) uang

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Penyambutan Tamu Kenegaraan dengan Menanam Pohon

9 November 2017   22:08 Diperbarui: 10 November 2017   09:52 3151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Korsel menanam pohon (Kompas.com)

Selalu banyak kisah yang bisa dituliskan tentang Presiden Jokowi. Kemarin, beliau baru saja menikahkan putri semata wayangnya dengan resepsi bernuansa keberagaman dan kesederhanaan yang memikat hingga dipuji mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Ashiddiqqie sebagai "wedding of the year". Banyak media juga menyoroti (dengan nada memuji) Presiden yang hanya mengambil cuti sehari lalu keesokan harinya sudah bekerja lagi seperti biasanya.

Memang benar, keesokan harinya (9/11) menyambut kunjungan Presiden Korea Selatan Moon Jae In yang merupakan kunjungan pertama pasca terpilih bulan Mei 2017 lalu. Hal menarik dan banyak diliput media adalah momen Presiden Jokowi memayungi Presiden Korea Selatan saat menanam pohon di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat.

Saya tidak ingin membahas sisi kerendahatian Presiden Jokowi. Toh, ini bukan momen pertama kalinya. Kita ingat saat kunjungan Raja Salman pun Jokowi rela berbasah-basahan demi memayungi Sang Raja. Saat Raja Salman akan menanam bibit pohon, Jokowi pula yang langsung mengangkat dan memasukkan bibit pohonnya ke dalam lubang tanam.

Buat saya yang menarik justru cara Jokowi menjadikan penanaman bibit pohon sebagai acara wajib saat menerima kunjungan kenegaraan para pemimpin dunia yang datang ke Indonesia. Tak hanya Presiden Korea Selatan dan Raja Salman, Raja Carl Gustav XVI (Swedia), PM Lee Hsien Long (Singapura) dan Emir Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani (Qatar) pun pernah "ditodong" untuk melakukan hal yang sama.

Banyak hal positif dari "tradisi" menanam pohon ini. Selain tujuan melestarikan lingkungan, momen ini juga bisa dipakai untuk memperkenalkan tanaman endemik Nusantara. Pemilihan jenis bibit tanaman juga sering memiliki makna dan simbol-simbol, misalnya saat Raja Carl Gustav XVI menanam bibit pohon ulin (kayu besi), Jokowi menjelaskan bahwa jenis kayu tersebut merupakan kayu yang paling kuat dengan harapan hubungan antar kedua negara bisa semakin kuat terjalin.

Raja Swedia tanam pohon (Foto:Merdeka.com)
Raja Swedia tanam pohon (Foto:Merdeka.com)
Kegiatan menanam bibit pohon oleh tamu kenegaraan juga bisa dijadikan kampanye gerakan penyelamatan lingkungan agar lebih mendunia. Menjadi penanda bahwa negara kita pun serius untuk merehabilitasi lingkungan dan hutan yang terlanjur rusak melalui gerakan penanaman pohon.

Beberapa waktu lalu, dengan dalih mengejar pertumbuhan ekonomi, sumber daya alam kita (termasuk lingkungan dan hutan) dieksploitasi secara massif bahkan nyaris tak terkendali. Tahun 2007, Indonesa sempat masuk dalam daftar Guiness World of Record dengan gelar The Fastest Forest Destroyer alias penghancur hutan tercepat di dunia. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Greenpeace Indonesia, setiap tahun Indonesia kehilangan hutan seluas 1,8 juta hektar. Sungguh memalukan. 

Beberapa negara tetangga kita bahkan pernah mengajukan protes lantaran merasa terganggu dengan banyaknya polusi asap yang kita "ekspor" ke mereka akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi demikian masifnya. Tahun 2015 lalu bisa dikatakan sebagai puncaknya karena nyaris menyamai kejadian serupa di tahun 1997.

Sudah sewajarnya kita mengapresiasi setiap langkah dan upaya yang dilakukan pemerintah untuk menghapus berbagai citra buruk itu. Terkait kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) misalnya, sudah jauh berkurang dalam dua terakhir 2016 dan 2017 dibandingkan tahun 2015. Ini fakta yang seharusnya kita syukuri bersama.

Demikian halnya, "tradisi" penanaman pohon oleh tamu negara mestinya kita dukung bersama. Camkan juga dalam hati masing-masing, ketika orang asing pun sudah berjasa menanam minimal satu batang di bumi pertiwi ini, lalu kita yang mengklaim sebagai pemilik tanah air ini sudah berapa batang bibit pohon yang pernah kita tanam?

Ada tertuang dalam Instruksi Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan INS.1/MENLHK/PDASHL/DAS.1/8/2017 yang mewajibkan kita menanam dan memelihara sekurang-kurangnya 25 pohon selama hidup. Angka 25 batang itu berasal dari 5 batang saat sampai jenjang SD, 5 batang SMP, 5 batang SMU, 5 batang perguruan tinggi, dan 5 batang saat menikah. Sudahkah kita melakukannya?

Jambi, 9 November 2017

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun