Selengkung pelangi betina tak pernah nyesal melahirkan kota-kota tua. sebongkah purnama pernah menyusui para bocah desa dengan cinta yang masih basah.
bak sekawanan banteng, sihir kitab-kitab suci konon amat erat mendekap dan berjaga di hulu hati sepenghuni negeri.Â
kota-kota tua pernah sepakat melahirkan kita  dengan kucur darah yang menua bersama karat samudera tempat dimana kita dan para bocah  masih berlomba silih berganti harus membungkuk menghadap senja, menunggu terseret oleh jam dinding yang terus menggerus sejarah dari paru kita.
oi ibu pertiwi yang gemetar tapi masih cukup gagah menunggangi ombak pantai selatan!
wajah keriputmu masih fasih menyanyikan sopran sumpah pemuda sambil kau kayuh bangkai perahu Majapahit itu menepi dari badai yang nyaris memecah-mecahkan pulau dan yang hampir mengoyak-ngoyak layar merah putih dari langit.
oi ibu pelangi yang melukisi sketsa Sabang hingga Merauke, Sumatera hingga Papua!
Tetaplah merah putih walau kita cucu-cucu pelangi. tetaplah Indonesia, meski sarang kita jauh di delapan mata angin.
Samosir Island. Agustus '17