Mohon tunggu...
Saepul Solihin
Saepul Solihin Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Pandeglang-Banten

Selanjutnya

Tutup

Book Artikel Utama

Novel "Pulang" Karya Leila S. Chudori

1 April 2015   10:22 Diperbarui: 14 Agustus 2022   01:47 5099
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Book. Sumber ilustrasi: Freepik

Situasi politik di Indonesia tak kunjung membaik. Munculnya para cendikiawan yang berasal dari generasi kedua masa orde baru menuntut adanya reformasi kepemimpinan Indonesia. Situasi kembali tegang dan kalut. Mahasiswa siap menghadapkan dirinya di depan peluru dan memaksa runtuhnya rezim orde baru. 

Di antara ribuan mahasiswa tersebut, Lintang, Alam, Andini dan Rama menjadi bagian dari tragedy Trisakti Mei 1998, tragedy tertembaknya 6 mahasiswa pejuang runtuhnya Orde Baru. Saat itu Lintang tengah menyelesaikan tugas akhirnya dan sekaligus menemukan jati dirinya sebagai anak berdarah Indonesia.

Akhir dari kisah ini adalah berpulangnya Dimas Suryo dalam kurungan keranda setelah perjuangan panjang yang melelahkan selama lebih dari 33 tahun berkelana di negeri orang dan terbuang. 

Kepulangan Dimas diiringi air mata oleh keluarganya dan sahabatnya meskipun sejatinya ruh Dimas tersenyum bangga karena ia akhirnya kembali ke Karet, pelabuhan terakhir dan tepat istirahat yang sangat diinginkannya.

REFLEKSI

Terbiasa membaca novel-novel Islami yang tidak terlalu sastrawi, ini pelajaran berharga bagi saya. Di dalam kreta, stasiun dan kerumunan saya berusaha berhati –hati membuka lembar demi lembar karya Leila ini karena bahasanya yang menurut saya beberapa sangat vulgar dan sensitif serta intim.

Hingga suatu hari saya bertemu dengan mahasiswa sastra dari UNINDRA di stasiun Manggarai, ia menjelaskan bahwa demikian adanya sastra, ditumpahruahkan dengan bahasa yag lepas dan kadang kasar serta jorok bagi orang awam namun kita harus tetap memandang hal itu sebagai seni dan kreatifitas sebagai bentuk penghargaan. Membaca karya sastra seyogyanya mempelajari kosakata dan pesan-pesan di dalamnya baik eksplisit maupun inplisit.

Dari novel ini, saya juga mendapati sisi lain dari kejadian berdarah. Ketika rezim Orde Baru runtuh, usia saya baru delapan tahu. Saat itu saya termasuk anak-anak yang gemar menghujat kejadian G30 SPKI dan segala antek-anteknya. 

Melalui novel ini saya disadarkan kembali bahwa telah terjadi ketidakadilan sejarah, penghakiman sepihak dan sisi kelam masa lalu bangsa ini yang harus diperbaiki oleh generasi yang baru meskipun peristiwa berdarah 30 September 1965 lalu merupakan peristiwa yang tidak bias dibenarkan oleh apapun dan tetap menjadi rahasia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun