Mohon tunggu...
H.Sabir
H.Sabir Mohon Tunggu... Freelancer - Lakum Dinukum Waliyadin

Dunia ini hanya untuk disinggahi dan dinikmati sesekali kita memang akan kedatangan sial, tapi tak akan berlangsung lama tidak ada pesta yang tak usai demikian juga tidak ada badai yang tak reda.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Baju Baru Alhamdulillah..

7 Juni 2018   13:08 Diperbarui: 8 Juni 2018   10:39 521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hari.menjelang sore ketika kedua anak itu datang merengek dengan lembut digelayutan ayahnya. Masing masing dengan permintaan yang sama. "Papa kapan kita beli baju baru? Temen2 udah pada ke mol beli baju lebaran". Seru si kecil dengan manja. "Iya pa..temen kakak juga sudah pada punya bagus bagus lagi". Kakaknya mencoba menimpali untuk menambahkan tekanan agar lebih meyakinkan ayahnya. Aku tersenyum dan mencoba pura2 tidak menghiraukan ocehan kedua malaikatku itu, aku sudah terbiasa dengan permintaan mereka beberapa hari terakhir di bula ramadan ini.  Tak lama kemudian ibunya datang mendekat dan duduk disampingku mencoba menambah menolong mereka dengan merayu., " iya pa..uangnya kan sudah ada kasian mereka, janganlah buat menunggu terlalu lama dan mengiri kepada teman2nya, apa yg membuatmu menunda keinginan mereka?, bukankah THR sudah cair?" ujar ibunya sambil memijit-mijit kecil pergelangan tangan suaminya.

" Tunggulah sejenak mah..biarkan mereka menunggu, bersabar dan merasakan kegalauan sedikit, itu bagus buat melatih mental dan empati mereka" ucapku mencoba bijaksana."Loh apa bedanya menuruti permintaan mereka sekarang dibanding menunda kebahagiaan mereka? toh mereka tetap akan meminta baju barunya", sahut istriku masih tidak mengerti dengan tindakanku. Dia mungkin tak pernah mengalami kegaduhan masalah baju barudi dalam keluarganya. tak memiliki baju baru saat lebaran atau  hal semacam itu di kehidupan masa kecilnya yang serba kecukupan (mungkin).

Dua hari kemudian kupanggil kedua mahluk polos itu, dan membisikan mereka satu persatu," Ayo pada mandi sana berdua, hari ini kita akan ke pasaraya, disana kalian boleh memilih baju model apa saja asal yg sesuai dengan kantong ayahmu". Tak lama kemudian seisi rumahpun riuh gempita teriakan mereka berdua sambil mengucap "Alhamdulillah.. Kita akan punya baju baru....baju baru..." Mirip selebrasi pemain Barcelona Lionel Messi saat menghancurkan santiago bernebeu 5 gol tanpa balas, seluruh ruangan dikelilingi dengan lari lari kecil mereka berdua. beberapa lama  kemudian prosesi mandi yang biasanya bisa mereka lakukan berjam-jam, kali ini  menjadi sangat singkat. Dengan wajah ceria yang belum  pernah aku lihat sekilau itu terpancar dari keduanya. Akupun berbisik kepada istriku.."Lihatlah kebahagiaan mereka berdua, seperti mau diajak ke showroom untuk beli mobil keluarga keluaran terbaru saja. Padahal kita hanya akan beli sepasang pakaian buat mereka.itulah kebahagiaan yang  sering aku rasakan dulu..bahkan disaat malam takbiran tengah berkumandang diantara arak-arakan konvoi. aku dan kakak beradikku masih sibuk berjibaku di tumpukan pakaian murah meriah yang akan segera usai saat subuh idul fitri mulai mendekat.di belakang kami ada ibu kami yang siap untuk  berkata tidak jika harganya melebihi kuota dompetnya. Tetapi dengan keriangan dan syukur yang luar biasa kami mungkin melebihi kebahagiaan anak -anak orang berpunya yang bisa beli baju lebaran bahkan sebelum puasa ramadhan dimulai kapan saja tanpa harus merengek.

Akhirnya kami sekeluarga kecilpun berangkat, bukan dengan kendaraan pribadi atau dengan transportasi online nyaman ber AC yang biasa kami pesan saat kondangan yang agak jauh., tapi dengan metro tua nomer 75 yg bising dan mulai mendekati detik-detik kepunahannya menuju pasaraya..

Sebuah romantisme pengulangan masa kecilku. sebuah Pembelajaran sabar dan syukur yang diajarkan oleh Ibuku kini aku amalkan kepada kedua putriku. Saat kami kecil membantu ibu untuk memanen kacang tanah yang ditanam tidak seberapa luas di lahan kami adalah sebuah syarat untuk memperoleh baju lebaran atau  sekedar uang saku saat Idul Fitri. kami melakukannya dengan iklas tanpa gerutu, paling-paling ulah kakaku yang selalu beralasan ke belakang buang hajat saat mulai kelelahan adalah sedikit triknya untuk mengelabuiku. Siapa yang puasanya full, maka dia berhak menentukan model baju yang akan dibeli. tentunya sesuai budjet ibu kami. saat detik-detik ramadhan mulai di penghujung dan kamipun pergi ke kota yang jaraknya sekitar satu jam dari kampung dengan penuh syukur, keriangan meski  sederhana sekalipun..

Setibanya di stasiun Blok M, anak-anak itupun mulai meloncat satu persatu, bak tentara yang merindukan perang turun dari mobil pengangkutnya menuju medan laga. saya dan istriku mengapit keduanya satu persatu, mencoba untuk memagari euforia berlebihan mereka di keramaian terminal yang mulai disesaki pemudik. 

 "Mari anak-anakku kita berfoto di baliho Mall yg moderen nan megah ini..lalu berbelanja di bazar seberangnya, ada saatnya kita disini dan ada saatnya kita di seberang. Mungkin 2 atau 3 tahun lagi  kuota dompet ayahmu cukup mengizinkan kalian masuk di dalamnya..Semoga..hehehe..

Jakarta, menjelang Idul Fitri 2018/1439 H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun