Mohon tunggu...
Tupat Tominatasa
Tupat Tominatasa Mohon Tunggu... Wiraswasta - Administrator

Logika dan Rasa Menjadi Deretan Kata.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Pandemi

1 April 2020   07:50 Diperbarui: 2 April 2020   09:34 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Semburat sinar pagi tak mampu bercahaya dalam jiwa-jiwa gundah. Betapa tidak,mereka mulai ragu melihat masa depan. Tentang pangan dan tentang kehidupan. Rasanya  ingin tetap optimis, namun keadaaan menghadirkan pesimis.

Wabah ini menghembus bagai angin ke setiap sudut bumi. Menghujani kekhawatiran pada penduduknya, tanpa pilih kasih seperti penghianatan para pemuja tahta.

Berharap bukan bumi yang mengundangnya, bukan pula langit yang menerornya. Namun perbuatan sang penduduk bumi yang mengharuskan wabah ini ada. Mungkin sebagai realisasi tuhan dalam catatan takdir.

Bertambah gelisah bila melihat laku pemimpin. Berdebat penuh kecongkakan ditengah ketidakpastian. Kebijakan yang semakin menambah derita dan kesengsaraan menjadi ujung dari keegoisan.

Mungkin inilah yang dinamakan "Rakyat Petarung, Rakyat Pejuang" ditengah penghianatan amanah.

Namun sudahlah..Nyatanya pandemi ini sudah mulai komplex. Bukan hanya tentang pandemi jamani namun juga tentang rohani.

Jakarta, 1 April 2020

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun