Mohon tunggu...
Muh. Syukur Salman
Muh. Syukur Salman Mohon Tunggu... Guru -

Seorang Guru Sekolah Dasar di Parepare, Suawesi Selatan. Telah menerbitkan 6 buah buku dengan genre berbeda.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Para Lelaki, Belajarlah dari Kartini

21 April 2012   03:41 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:20 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Setiap kita memperingati Hari Kartni 21 April, maka yang terbayang adalah sosok wanita anggun, lemah lembut, taat pada suami, dan selalu bersemangat untuk kebangkitan kaumnya, para wanita. Saat ini, terkadang kita kesulitan menemukan wanita yang seperti itu lagi. Banyak yang mengatakan bahwa perjuangan Kartini untuk emansipasi wanita telah berhasil, dengan berbagai bukti, seperti mulai lurah, camat, bupati, sampai presiden telah dijabat oleh kaum hawa. Tak ada lini anasir kehidupan di Indonesia ini yang tidak “bersemayam” wanita di dalamnya. Sampai-sampai sesuatu yang tabu dilakukan wanita pada waktu lalu, saat ini juga menjadi tempat “kubangan” wanita. Jika demikian, maka keberhasilan perjuangan Kartini telah kebablasan.

Kartini tentu tak pernah sampai memikirkan kalau hal-hal yang melampaui batas kodrati wanita juga dipersepsikan sebagai hasil perjuangannya. Kartini memperjuangan kesamaan derajat wanita dan lelaki. Kartini tak pernah memperjuangkan bahwa wanita cara berpakaiannya harus sama dengan lelaki, kekekaran badannya juga sama dengan kaum adam, serta prilaku lelaki yang khas harus juga dapat dilakukan wanita. Kebanyakan wanita saat ini justru menistakan perjuangan Kartini. Kostum yang seronok, serta gaya yang diluar etika dan norma yang berlaku, adalah contoh awam dan memasyarakat yang tersajikan oleh kaumnya Kartini. Kodrati wanita sebagai makhluk yang paling lembut, halus budi pekerti, serta pendamping setia kaum pria telah banyak dinafikan. Contoh kasus yang akhir-akhir ini mengangkat soal penipuan yang dilakukan beberapa wanita cantik.

Agama sebenarnya lebih mengangkat harkat dan martabat kaum wanita. Wanita adalah tiang Negara, demikian sering kita dengar. Wanita yang dimaksud, bukan sembarang manusia yang berjenis kelamin perempuan, tetapi adalah wanita pilihan. Oleh karena itu, jika sebagian besar wanita Indonesia telah jauh pada norma agama dan menyalahartikan perjuangan Kartini, maka Negara ini lambat laun akan goyah dan mengalami kesulitan. Semoga Indonesia yang kita rasakan saat ini belum masuk di dalamnya, meskipun banyak kasus-kasus besar bangsa ini selalu menyerempet kaum yang cantik itu.

Sebenarnya, Kartini tidak hanya memperjuangkan kaum wanita tapi juga memberi pelajaran kepada kaum lelaki. Di masa Kartini hidup, lelaki sangat menguasai wanita, apalagi jika berada di lingkungan keraton atau istana. Dulu dikenal istilah bahwa wanita hanya berada di 3 tempat yakni: sumur, dapur, dan kasur. Kartini telah berhasil menghilangkan anggapan tersebut, dan yang juga sangat berperan adalah bahwa lelaki menerima pelajaran dari Kartini. Lelaki harus memahami bahwa tak lengkap hidup ini tanpa kehadiran wanita. Pendamping lelaki, menurut Kartini, juga harus berkualitas. Oleh karena itu, lelaki harus mendukung peningkatan derajat pendampingnya tersebut.

Selain itu, menyikapi kebablasan keberhasilan perjuangan Kartini yang dilakukan oleh sebagian kaumnya, maka lelaki harus pula bertanggungjawab. Kebobrokan sikap dan prilaku sebagian wanita saat ini juga disebabkan peran dari kaum adam. Oleh karena itu, perjuangan Kartini untuk kaum hawa dan adam. Tuntunan Kartini memang lebih nyata untuk kaumnya sendiri, namun tentu tak lepas dari pasangannya yakni lelaki. Lelaki harus belajar dari Kartini. Belajar untuk menghargai kaumnya Kartini. Termasuk belajar untuk memberi arah kepada kaum Kartini yang telah mempersepsikan salah perjuangan Kartini. Tak akan ada wanita-wanita malam jika tak ada lelaki malam, demikian contoh peran lelaki untuk memahami perjuangan Kartini.

Tidakkah dalam agama juga sangat gamblang dijelaskan bahwa lelaki adalah pemimpin perempuan. Pemimpin tidak berarti menjadi bos dan perempuan atau wanita hanya sebagai objek. Pemimpin berarti mengayomi, mengarahkan, dan bahkan mengangkat harkat dan martabatnya, serta membimbing jika memang telah mengarah ke arah yang kebablasan tadi. Pemimpin juga berarti rela menerima masukan, kritikan, dan arahan dari siapapun, termasuk dari wanita. Hari Kartini tidak dapat diidentikkan dengan wanita belaka, tapi sebenarnya untuk semua, baik itu wanita maupun lelaki. Hari Kartini adalah untuk bangsa ini menjadi lebih baik. SEKIAN.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun