Mohon tunggu...
Didik Fitrianto
Didik Fitrianto Mohon Tunggu... Administrasi - Mencintai Laut, Lumpur dan Hujan

Terinspirasi dari kata-kata ini "Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian."

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Abdullah Ahsin Melawan Korupsi dengan Menanam Bakau

25 Oktober 2016   07:20 Diperbarui: 25 Oktober 2016   16:55 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kawasn pesisir Purworejo yang berhasil direhabilitasi oleh Abdullah Ahsin.

Muhammad Ahsin atau biasa disapa Ahsin bukanlah tipe anak muda kekinian. Ia tidak bermain game online, tidak nongkrong di warung kopi, dan tidak punya klub motor.

Hobinya tidak ‘anak muda’ banget, yakni bergelut dengan lumpur tambak, berjibaku melawan abrasi dengan bakau, dan tanpa lelah mengajak warga menyelamatkan lingkungan dari rumah ke rumah.

Ia kerap dipandang sebelah mata, sering mendapat cibiran, bahkan terkadang dihina. Banyak yang menganggap usahanya memperbaiki lingkungan hanya pekerjaan sia-sia.

Menyusuri Desa Purworejo di pesisir utara Kabupaten Demak, tempat Ahsin saat ini berkhidmat, kita akan disuguhi pemandangan ratusan kapal besar berjejer, megahnya tempat pelelangan ikan, serta aneka usaha pengelolaan ikan laut.

Namun di sisi lain ada pemandangan yang mengiris pilu: sampah menumpuk sepanjang aliran sungai, abrasi semakin mengikis daratan, dan air rob yang setiap saat merendam sebagian desa.

Siang itu di pondoknya yang sederhana di antara pematang tambak yang rimbun oleh pohon bakau, saya berkesempatan berdiskusi dengan Ahsin. Ia bercerita tentang pergulatannya dalam memperbaiki lingkungan yang penuh tantangan.

Ada semangat dan harapan memancar saat ia bercerita tentang keberhasilannya menananam bakau. Pada saat yang sama saya juga merasakan kekawatirannya saat ia bercerita tentang air rob yang kian tinggi.

Ia membayangkan, sepuluh tahun ke depan desanya akan benar-benar ditelan air rob. Alam sudah memberikan tanda-tanda itu.

Berawal dari Kehancuran Usaha Tambak
Tahun 1997 adalah masa keemasan Desa Purworejo. Saat itu udang windu menjadi menjadi komoditi andalan tambak. Udang windu adalah raja. Apa pun akan dilakukan para petani tambak demi sang raja, termasuk membabat tanaman mangrove, mengubah sawah menjadi tambak, hingga menggunakan bahan kimia secara membabi buta. Semua demi hasil yang instan, demi uang ratusan juta, demi berlomba naik haji.

Ashin mengenang masa-masa itu, di mana usaha tambak orang tuanya juga menghasilkan berton-ton udang windu dan bandeng, uang pun didapat dengan sangat mudah. Masyarakat Purworejo menyebutnya gemah ripah loh jinawi. Saat itu Desa Purworejo menjadi salah satu desa dengan tingkat pendapatan ekonomi tertinggi di Demak.

Namun penggunaan pakan dan bahan-bahan kimia telah mengubah pola budi daya para petani, dari alami ke intensif. Mereka meyakini semakin banyak diberi makanan dan bahan-bahan kimia, hasilnya semakin melimpah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun