Mohon tunggu...
Michael Gunadi Widjaja
Michael Gunadi Widjaja Mohon Tunggu... profesional -

L'ART POUR L'ART

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Quo Vadis Dewan Kesenian

9 November 2010   01:21 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:45 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pengantar Banyak masyarakat yang belum mengetahui jika di tiap kota atau kabupaten di tanah air,terdapat sebuah institusi bernama Dewan Kesenian.Dikalangan seniman dan pekerja seni pun,keberadaan Dewan Kesenian belumlah populer.Memang Dewan Kesenian bukanlah sebuah dewan dengan legitimasi besar seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.Para anggotanya pun tidaklah "mentereng" sebagaimana anggota DPRD "yang terhormat". Meski demikian keberadaan Dewan Kesenian sebetulnya penting dalam kesekitaran sebagai upaya untuk menumbuh kembangkan kesenian di tanah air.Tujuan akhirnya tentulah sebuah perwujudan dari konsepsi tentang manusia Indonesia yang berbudaya. Dalam perkembangannya dewasa ini,semakin nampak perlunya dilakukan reposisi kembali peran dan fungsi Dewan Kesenian.Masih banyak hal-hal penting yang harus diselaraskan menyangkut keberadaan Dewan Kesenian dalam ranah kesenian.Sebagai "jembatan" antara pemerintah,seniman,dan masyarakat. Upaya menjawab pertanyaan Quo Vadis Dewan Kesenian membutuhkan perhatian,kepedulian dan gagasan dari siapapun,yang memiliki keinginan akan citra manusia yang berbudaya. Perkembangan Dewan Kesenian Sejarah telah mencatat bahwa perkembangan Dewan Kesenian fi tanah air,sarat akan interpretasi dan re onterpretasi tentang peran,fungsi dan kedudukannya. Dewan Kesenian pertama kali didirikan di Jakarta dan merupakan wujud nyata dari gagasan Ali Sadikin,Salim Said dan Goenawan Muhammad.Waktu itu peran dan fungsi Dewan Kesenian adalah sebagai tameng dan benteng pemerintah untuk menangkal infiltrasi sosialisme dan komunisme dalam ranah budaya.Konsekuensi yang muncul dari "arah" Dewan Kesenian saat itu adalah Dewan Kesenian kemudian menjadi lembaga yang melegitimasi karya seni.Bahkan semacam "sensor" santun terhadap karya seni. [caption id="attachment_72101" align="aligncenter" width="300" caption="Ali Sadikin"]

12892652961309862935
12892652961309862935
[/caption] [caption id="attachment_72102" align="aligncenter" width="300" caption="Goenawan Muhamad"]
12892653962102342757
12892653962102342757
[/caption] Perkembangan jaman mengakibatkan adanya migrasi budaya.Pada saat itulah,Umar Kayam mengemukakan gagasan Dewan Kesenian sebagai "penghubung" antara pemerintah dan para seniman ditengah fenomena yang oleh Umar Kayam disebut sebagai cairnya sebuah migrasi budaya. [caption id="attachment_72103" align="aligncenter" width="300" caption="Umar Kayam"]
12892654981373419832
12892654981373419832
[/caption] Periode 1998 Dewan Kesenian kembali mengalami interpretasi dan re interpretasi peran dan fungsinya.Dasar dari interpretasi dan re interpretasi ini adalah IMMENDAGRI 5A/1993 tentang produktivitas kinerja kesenian.Pengejawantahannya berupa didirikannya Dewan Kesenian di tingkat kota dan kabupaten dengan penafsiran dan pengukuhan berupa Surat keputusan kepala daerah setempat.Inilah yang kemudian menyisakan pertanyaan mendasar tentang Quo Vadis Dewan Kesenian.Akan melangkah ke manakah Dewan Kesenian kita. Problematika Keanggotaan dalam Dewan Kesenian tidaklah seperti keanggotaan dalam DPRD.Dewan Kesenian adalah sebuah kedewanan yang menuntut kemampuan profetik tertentu. Disinilah letak permasalahannya.Jika anggota Dewan Kesenian adalah seorang seniman pasti akan kesulitan menghadapi sistem kerja dalam korelasi dengan birokrasi.Jika anggota Dewan Kesenian dari kalangan pemerintah,tentu kinerja dan kepedulian serta profesionalisme dalam kesenian,amat dangkal.Birokrat yang sekaligus seniman,jumlahnya amat langka jika tidak mau dikatakan tidak ada. Pelaksanaan peran dan fungsi Dewan Kesenian pun sering ber overlapping dengan kedinasan dalam birokrasi.Dalam jajaran pemerintah kota ada lebih dari satu instansi yang sama-sama mengurusi kesenian.Dishubparsenbud ( pariwisata,seni budaya),Dispora (kepemudaan dan olah raga),bahkan Dinas pendidikan nasional pun memiliki kewenangan mengurusi kesenian.Tumpang tindih kinerja semacam ini menjadikan Dewan Kesenian hanyalah semacam event organiser dalam kesenian.Fungsi naungan sebagai sebuah dewan menjadi pupus. Dari sudut pandang birokrat,Dewan Kesenian hanyalah upaya pemeliharaan citra.Citra agar nampak bahwa Pemerintah Daerah peduli budaya,paham kesenian.Meski hanya sebatas citra.Hal ini nampak nyata dari anggaran operasional Dewan Kesenian yang berbeda amat jauh dibandingkan bidang olah raga. Kesenian,apalagi dalam sublimasi sebagai budaya,merupakan hal yang memang terlalu sederhana jika dijadikan bagian dalam sistem birokrasi.Sudah tepat kiranya langkah pemerintah dalam keberadaan Dewan Kesenian.Yang perlu dilakukan hanyalah menjawab frase QUO VADIS.Dan upaya ini bertalian dengan reposisi,interpretasi dan re interpretasi peran dan fungsi Dewan kesenian.Langkah awalnya berupa sosialisasi Dewan kesenoian sebagai sebuah lembaga publik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun