Gila mereka itu, wong waras juga tau jika dibaca dari judul sampai akhir kata begitu adem menunjukan kedamaian.
Kalau disini, postingan ini bisa dikatakan sara, iya memang betul karena saya menulis opini atas kebenaran bukan pembenaran.
Saya juga pernah mempublish terkait jalan, ceritanya pada tahun 2018 ada jalan yang baru diaspal dan baru diresmikan oleh gubernur ..... namun entah mengapa saya dibuli dikatakan pro politik lah apa hubungannya. Tidak hanya itu, bahkan ada yang mengatakan saya dibayar berapa untuk melakukan pencitraan, padahal saya hanya menulis.
Meski sekalipun saya ada di struktur redaksi sebuah media cyber resmi, saya berhak mempublish apa saja, karena bagi seorang penulis apa yang ia dapat itu bisa jadi sebuah berita.
Apalagi saya Blogger yang punya 2 web Citizen Journalism dan masuk Goggle News. Saya bebas mengshare sebuah artikel yang jelas tidak merugikan pihak.
Dan selama ini, selama saya menjadi jurnalis di media resmi pun, saya belum pernah menerima amplop sepeserpun, bahkan saya ngga dibayar oleh media yang padahal media tersebut sudah terverifikasi.
Seorang penulis itu bebas mau buat artikel apa saja, mau share Islam, Kristen, Hindu, Budha ya sah saja. Mau orang muslim masuk gereja juga, penulis ya bebas.
Mau orang ngasih sesajen, mau posting budaya atau adat ya ngga masalah.
Netizen memang berhak berkomentar, namun harus pakai logika, jika tidak ada unsur sara, rasis ya cukup diam saja ngga perlu jadi sampah. Yang jadi provokator sebetulnya ya para akun sampah-sampah ini, hanya saja mereka akan membawa kroni-kroninya malah menuduh provokator.
Mereka sok agamis, tapi sebenarnya bodoh dan bahkan gaptek akan keagamaan. Akunnya kerap kali saya jumpai di Fanpage lain yang jelas selalu mempublish rasis, akan tetapi para sampah ini seolah suka dan mengamininya.
Baca opini selanjutnya