Mohon tunggu...
Mangapul Sagala
Mangapul Sagala Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Dosen

Alumnus Fakultas Teknik UI Doctor Theology dari Trinity Theological College, Singapore, Cambrige, Roma.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Keteladanan Pdt. Dr. Stephen Tong

7 Desember 2016   14:05 Diperbarui: 7 Desember 2016   14:23 844
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

 "KKR Pdt.Dr. Stephen Tong di Bandung dibubarkan ormas", demikian trbaca di wa group yg saya ikuti.  Lalu, penulis lincah dan indah Dennis Siregar menulis artikel memberitahukan bahwa ormas itu adalah "ormas abal-abal". Jadi, bukan oleh ormas bermutu seperti NU atau Muhammadiah.

 Mengapa harus dibubarkan? Mengapa? Apakah yang membubarkan itu  masih waras?  Apakah mrk masih memiliki hormat kepada orang tua, kakek lemah, yang sudah berusia lebih dari 76 tahun?Apakah kita sudah kehilangan budaya Timur?

 Pdt. Dr. Stephen Tong, yang saya anggap sebagai orang tua, bukan saja tua, lemah, tapi juga sakit-sakitan! Entah berapa banyak alat2 medis, seperti cincin dimasukkan dlm tubuhnya yang membuatnya bertahan hidup!  Terakhir kali saya menyaksikannya berkhotbah, saya sangat kasihan. 

 Mengapa kasihan? Saya menyaksikan bahwa tubuhnya sudah sangat lemah untuk berdiri di mimbar cukup lama. Sebelum naik ke mimbar saya menyaksikannya didorong pakai kereta dorong. Ketika melangkah ke mimbar, beliau harus dituntun. Ketika mulai berbicara, dalam tempo lima manit beliau akan batuk batuk sambil -maaf- mengeluarkan dahak!  Terlihat sekali beliau berjuang untuk berbicara, mengeluarkan kata demi kata.

 Lalu mengapa masih terus berkhotbah?
 Haruskah itu dilakukannya? Haruskah? Apa tidak banyak orang lain menggantikannya? Jawabnya, ada dan banyak. Beliau telah meluluskan banyak hamba2 Tuhan yang setia dan rela membayar harga, termasuk menderita.

 Di situlah kakek tua tersebut sangat layak diteladani. Terutama oleh jutaan kaum muda yang telah mendengar khotbahnya.

 Saya sangat yakin tidak ada orang yang memaksa kakek tua Stephen Tong untuk terus berkhotbah. Juga bukan karena materi. Jika uang menjadi alasannya berkhotbah, sudah lama dia dapat rest. Lalu apa yang mengharuskannya? Saya sangat yakin inilah jawabannya: beban dan kerinduannya terhadap jiwa-jiwa tersesat, yang ditipu dan disesatkan iblis sehingga hidup dalam dosa!  Dia tidak rela melihat jutaan pemuda, remaja yang dirusak dan dihancurkan oleh berbagai macam dosa seperti narkoba, pornografi, sex bebas dan sejenisnya. Itu sebabnya, dalam berbagai ibadah yang dilayaninya beliau juga mengadakan sesi khusus utk remaja, siswa-siswi.

 Kerinduannya yang sedemikian besar untuk melepaskan jiwa2 dari perbudakan iblis, dosa dan hawa nafsu liar membuat kakek tua itu rela berkeliling ke berbagai pelosok di seluruh Nusantara. Dalam kondisi demikian, tidak ada yang dapat merintanginya. Beliau bahkan siap berkhotbah di tengah guyuran hujan dan angin sangat kencang, sebagaimana dilakukannya pada ibadah KKR di Tarutung, Sibolga dan Balige pada bln Mei yang lalu.

 Jika hujan dan angin diterobosnya untuk memberitakan kabar baik, bagaimana dengan sakit penyakit? Juga tidak mampu menghadangnya. Dalam kondisinya yang parah, beberapa kali dokter melarangnya untuk naik mimbar, berbahaya, bisa berakibat fatal! Apa yang dilakukannya? Beliau tetap naik mimbar, siap untuk mati!

 Lalu mengapa kakek tua yang berhati mulia itu harus dihentikan berkhotbah? Apakah kita sudah sedemikian jahatnya sehingga menolak nasihat kakek tua yang sudah mulai 'bau tanah' itu? Sudah sedemikian rusakkah adat KETIMURAN kita? Sudah sedemikian gelapkah pemahaman kita? Sudah sedemikian parahkah hati nurani kita? Aduh...tanda-tanda apa gerangan semua ini? Apa ini namanya zaman jahiliah itu?
 Lalu mengapa kakek tua yang tidak terhadang oleh alam, seperti hujan deras dan angin puting beliung itu, yang bahkan siap menghadapi penyakit yang berisiko maut   bisa dihadang ormas? Pasti bukan karena takut! Inilah jawaban kakek tua, hamba Tuhan itu : Natal bukan momen bermusuhan tapi menabur cinta kasih.
 Betapa indahnya kalimat itu. Betapa indahnya dan agung pengorbanannya demi kemanusiaan.
 Bersama kakek tua, Pdt. Stephen Tong yang mengikuti teladan Tuhan Yesus, mari kita berdoa: "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yg mrk perbuat".

 Mari terus berdoa utk ytk kakek tua, Pdt. Dr. Stephen Tong bersama tim STEMI.
 May God bless you and your team our dear Rev. Dr. Stephen Tong. We love you...and we will continue to pray for you and your ministry. We hope, you and the team will not be disappointed.  Indeed, frankly speaking, actually, there are much more people in the world  are able to listen to your sermon than if everything was running well, without any challenged and attacked from the enemy of the Good News.  Christmas is the moment of love...not enmity. To Gof be the glory.-

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun