Mohon tunggu...
Yakobus Sila
Yakobus Sila Mohon Tunggu... Human Resources - Pekerja Mandiri

Penulis Buku "Superioritas Hukum VS Moralitas Aparat Penegak Hukum" dan Buku "Hermeneutika Bahasa Menurut Hans Georg-Gadamar. Buku bisa dipesan lewat WA: 082153844382. Terima kasih

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menyembah Tuhan, Tidak Menindas Sesama

6 Juni 2019   08:14 Diperbarui: 6 Juni 2019   08:22 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pada hari pertama Idul Fitri, sejumlah jalanan di Jakarta, seperti Jalan Matraman Raya, Jalan menuju terminal Kampung Melayu, dan beberapa titik jalan Cililitan dijadikan tempat Sholat Ied. Mungkin masih banyak lagi jalanan di tempat lain yang dipakai untuk menyembah Tuhan. Penggunaan jalan tersebut tampak dimulai sejak jam 06.00 Wib sampai selesai.

Saya tidak mempersoalkan penggunaan jalan untuk kebutuhan umat melakukan sholat Ied, yang terpenting  adalah informasi soal penggunaan jalan mesti disampaikan ke publik, agar semua orang tahu dan tidak melewati jalan tersebut. Atau jika jalanan bukan dipakai untuk menyembah Tuhan, maka orang beragama cukup menyembah Tuhan di rumah ibadat dan di sekitarnya. Jika rumah ibadat tidak bisa menampung jumlah umat yang hadir, maka orang dapat menggunakan area di sekitar rumah ibadat, tapi masih dalam lokasi rumah ibadat itu. Bukan menggunakan jalanan umum dengan alasan menyembah Tuhan.

Bukan hanya jalan yang ditutup, tetapi orang yang melewati jalan raya, juga menyeberang dan melintas sesuka hati, seolah-olah jalan raya dan aturan lalu lintasnya sudah tidak berfungsi. Saya sempat menegur pengguna motor yang melintas di jalan sesuka hati dengan alasan buru-buru ke mesjid Istiqlal. Alasan ke tempat ibadah tidak bisa dijadikan  argumen untuk melanggar aturan jalan raya, karena peraturan lalu lintas dibuat untuk keselamatan semua pengguna jalan, dan tidak pernah dikhususkan untuk pengguna jalan yang hendak ke rumah Tuhan.

Itulah pemandangan agak aneh, yang saya lihat pada hari pertama Idulfitri. Jakarta yang sepi, jalanannya seolah-olah sudah diborong segelintir orang untuk kepentingannya, tanpa mau tahu dengan orang lain.

Bagaimana kondisi yang demikian, kalau dilakukan oleh kelompok agama lain? Membangun tempat ibadat saja tidak boleh, apalagi mau menggunakan jalan raya untuk menyembah Tuhan. Saya rasa, Tuhan bisa juga marah kalau orang beragama yang mau menyembah-Nya serentak juga melanggar hak orang lain. 

Para pengguna jalan di Jakarta, memiliki kebebasan dan hak yang sama untuk menggunakan jalan raya, karena semua pengguna jalan sudah melakukan kewajiban membayar pajak. 

Kiranya, semua orang makin sadar terhadap penggunaan sewenang-wenang jalan raya untuk menyembah Tuhan. Kadar keimanan orang beragama terukur, saat dia menjadi sangat toleran dengan orang lain, dan tidak menggunakan alasan menyembah Tuhan untuk menindas dan melanggar hak orang lain. 

Iman yang benar mesti dibangun dalam fondasi relasi dengan Tuhan dengan sesama, karena Allah yang tak kelihatan, menghendaki agar manusia memperlakukan sesamanya sebagai Imago Dei, dan tidak punya hak untuk menindas sesama dengan alasan memuliakan Allah. Perbuatan baik kepada Allah, mesti nyata dalam perbuatan konkret terhadap sesama. Agama menjadi institusi solutif, kalau agama selalu menawarkan alternatif moral yang menyentuh aspek manusia secara holistik, tidak fanatik dan parsial-eksklusif.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun