Mohon tunggu...
A. Dardiri Zubairi
A. Dardiri Zubairi Mohon Tunggu... wiraswasta -

membangun pengetahuan dari pinggir(an) blog pribadi http://rampak-naong.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Edukasi

Mendidik Si Kecil Hidup Sederhana

3 Mei 2012   06:14 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:48 1360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beauty. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sering ketika ngobrol tentang anak sama teman, selalu ada yang menarik untuk didalami. Peristiwa kecilyang seolah sederhana dan sering terlewati, justru kadang rumit. inilah tantangannya. Orang tua tertantang untuk selalu belajar.

Pagi tadi saya ngobrol sama teman yang punya dua anak. Satu sekolah di MA dan satunya masih di MI. Ia banyak bercerita begitu sulitnya merawat kesederhanaan di era serba benda saat ini. Bahkan kesederhanaan seolah memalukan. Dan susahnya, cara pikir ini sudah merambah anak-anak.

Ia bercerita tentang anaknya. Setiap pagi ketika mengantar anak naik motor, anaknya minta turun 100 meter sebelum pintu gerbang sekolah. Anaknya menolak setiap kali mau diantar pas depan pintu gerbang.

Awalnya ia tidak paham. Sampai suatu ketika ia tahu dari temannya bahwa anaknya menolak diantar pas pintu gerbang, karena motor bapaknya butut. Motor teman saya ini memang motor 2 tak, yang sekarang sudah gak luka dan harganya jeblok. Sangat tidak trendy.

Bayangkan anak MI/SD sudah mengukur malu dari benda yang ia punya. Anak SD sudah merasa minder dan tak percaya diri karena benda milik orang tuanya tidak gaul. Sementara orang tuanya mencoba untuk hidup apa adanya. Hidup sederhana. Demi anaknya, akhirnya teman saya ini beli motor baru sekarang.

Renungan…

Mendengar cerita teman, saya mesem. Karena saya juga sulit mendidik anak sederhana. Pernah anak saya yang masih 8 tahun selalu merengek minta dibelikan sepatu baru. Pada hal sepatunya layak pakai, meski sedikit ada robeknya.

Sayang kan…kalau sepatu kayak gini gak dipakai lagi,” saya mencoba memberi alasan.

Gak pokoknya minta baru. Malu pake sepatu itu lagi,” desaknya memasang muka sewot.

Sebenarnya saya berusaha untuk selalu mengajak anak bersyukur terhadap yang ia punya. Saya ingin mengajarkan bahwa tak perlu malu sama barang yang dimiliki, meski tidak gaul. Yang malu kalau tidak belajar. Yang malu kalau berbuat salah sama orang lain. Yang malu kalau tidak jujur. Tapi ternyata itu gampang diucapkan. Prakteknya seringkali tidak mudah.

Saya sadar, dorongan hidup konsumeristik dan gaya hidup gaul ibarat bah yang menghanyutkan nilai-nilai kesederhanaan. Gaya hidup gaul ini tidak saja melumpuhkan nalar orang dewasa, tetapi parahnya juga anak-anak. bayangkan, jika anak-anak terperangkap dalam gaya hidup kebendaan, bagaimana jika ia sudah dewasa nanti?

Meski sulit, kewajiban orang tua untuk tetap mendidiknya. Nilai-nilai kesederhanaan harus kita yakini merupakan nilai luhur yang tetap bermakna bagi masa depan anak-anak. Anak-anak sekuat tenaga harus tetap kita ajari untuk tidak mengukur sesuatu dari benda yang kita punya. Tetapi karena karakter dan kecerdasannya.

Sekedar Tawaran

Meski sebagian besar saya belum melakukan, ada beberapa tawaran yang mungkin bisa kita lakukan dalam usaha mendidik anak hidup sederhana.



  • Ajari anak untuk selalu bersyukur kepada Tuhan atas nikmat yang kita terima. Terhadap anak saya selalu menganjurkan untuk tidak menyisakan sebutir nasipun dalam piringnya ketika ia makan.
  • Tumbuhkan sikap empatik dengan mengatakan bahwa masih banyak orang lain yang jauh tidak beruntung ketimbang kita.
  • Didik untuk bersikap tidak berlebihan. Sebaliknya gunakan kelebihan yang kita miliki untuk berbagi kepada sesama yang lebih membutuhkan
  • Ketika menuntut untuk dibelikan sesuatu –pada hal sudah punya—ajak anak diskusi, kenapa masih mau membeli? Apa manfaatnya? Tidakkah lebih baik digunakan untuk yang lebih mendesak? Ajak anak untuk men-list apa kebutuhannya yang paling mendesak
  • Ajak ia ke tempat-tempat yang memungkinkan makin tajam rasa empatiknya misalnya, panti asuhan, atau tetangga yang kekurangan. Di situlah saat tepat untuk belajar berbagi dan menanamkan nilai kesederhanaan
  • Ajarkan malu pada tempatnya. Misalnya mengatakan bahwa malu itu kalau selalu bohong. Malu itu kalau iri. Malu itu kalau tidak rajin belajar. Malu itu kalu pelit, dan seterusnya.
  • Bacakan cerita-cerita yang menyentuh dan inspiratif yang menumbuhkan sikap empatiknya untuk selalu berbagi, tolong-menolong, tidak boros, dll.

Mendidik hidup sederhana memang sulit. Tetapi bukan berarti kita larut dan membiarkan anak kita terpenjara oleh benda, simbol, status atau penanda gaya hidup gaul.

Matorsakalangkong

Sumenep, 3 april 2012

Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun