Mohon tunggu...
Jafar Werfete
Jafar Werfete Mohon Tunggu... Penulis - Tour Guide of Fishing, Diving, and Adventure

Saya Jafar Werfete, dulu kuliah di FISIP UNCEN Jayapura, sekarang bekerja di Pemkab Kaimana dan mengelola sebuah tour operator local untuk trip mancing, diving, dan landbased tour di Kaimana, Papua Barat dan sekitarnya

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Indahnya Danau Manami di Distrik Yamor

17 September 2022   08:56 Diperbarui: 20 September 2022   13:31 928
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejak tahun 2008 saya sudah menginjakan kaki di Danau Yamor baik Danau Yamor Kecil (Manami) maupun Yamor Besar (Gariau). Waktu itu tahun 2008 saya datang karena mengantar tim peneliti sejarah Kaimana dari LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) atau sekarang berganti nama menjadi BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional). Setelah bekerja di salah satu kantor pemerintah di Kabupaten Kaimana, saya malah menjadi sering datang ke Danau Yamor, terutama Yamor Kecil (Manami, Mutapo, dan Urema) bahkan dalam kegiatan-kegiatan lapangan dari kantor, jika disuruh memilih, saya lebih memilih ke Yamor ketimbang ke distrik atau kecamatan lainnya. Danau manami atau Danau Yamor secara keseluruhan terletak di Distrik (Kecamatan) Yamor, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat.

Sejak pertama kali menginjakan kaki di danau ini tahun 2008, saya telah jatuh cinta pada indahnya alam di danau ini. Pesona danau yang dikelilingi perbukitan dengan hutan hujan tropis Papua yang masih asli bercampur savana dan rawa di beberapa bagian yang merupakan endapan aluvial dengan pepohonan homogen yang khas seakan menikahkan air dan savana.

Kali ini saya datang karena mendapat kepercayaan dan kehormatan meng-handle tamu seorang pemancing fresh water  terkenal dari China yang hendak memancing selama 20 hari di Danau Yamor. Setelah saya dihubungi oleh penghubungnya di Singapura dan disepakati rencana pemancingan dan biayanya, sayapun melakukan komunikasi dan persiapan dengan beberapa warga Yamor yang saya kenal.

Tepat awal Oktober 2019, mereka pun tiba di Kaimana dengan 6 pemancing dan 1 cameramen yang bertugas mengabadikan semua casting dan strike pemancing terkenal itu.  Tepat pagi-pagi, jam 7.00 WIT longboat kami sudah parkir di pantai dekat Pelabuhan Kaimana, tempat kami akan berangkat menuju Yamor. Sebelum berangkat, semua perlengkapan tamu, termasuk boat kami di periksa oleh tim keamanan gabungan dari TNI AL dan apparat intel dari beberapa organisasi intelijen di Kaimana.  

Saya memaklumi karena ini sebuah trip mancing di pedalaman papua yang terbilang lama sehingga ada unsur kecurigaan dari aparat keamanan. Setelah semua barang bawaan tamu-tamu dan longboat kami diperiksa selama kurang lebih satu jam, kami pun bergegas ke dalam longboat dan berangkat menuju Kampung Lakahia, di mana kami akan beristirahat semalam sebelum melanjutkan perjalanan keesokan harinya ke Danau Yamor.

Tepat pukul 08.39, boat kami melaju menuju Teluk Etna. Hari itu cuaca mendung dan sedikit berangin namun tidak sampai mengganggu perjalanan kami. Driver long boat kami, Baim, belum punya pengalaman mengemudikan longboat ke arah Teluk Etna atau Yamor sehingga perjalanan kami sedikit lambat dari biasanya. Tepat jam 12.15 kami tiba di Pulau Dramai. Di sini kami beristirahat sejenak, melemaskan otot-otot yang tegang selama beberapa jam duduk dalam longboat, makan siang dengan makanan yang kami bawa dari Kaimana dan kemudian melanjutkan perjalanan menuju Lakahia. Langit tanpak gelap dan angin mulai berhembus beserta sedikit hujan. 

Kami mengambil jalan melewati bagian dalam Pulau Kayu Merah. Untungnya hari itu Tanjung Boi tidak menampakan amarahnya sehingga perjalanan kami hanya sedikit diguncang ombak yang kecil sampai akhirnya kami tiba di Kampung Lakahia. 

Setelah tiba, kami menempati sebuah rumah milik Pemerintah Kampung Lakahia yang digunakan untuk rumah singgah atau rumah transit. Hanya dengan membayar Rp. 200.000,- kami serombongan dapat tinggal di rumah yang cukup bersih dan berlantai keramik itu. Sayangnya, toilet dan kamar mandinya terpisah sekitar 150 meter dari rumah tersebut. Masing-masing orang dari kami akhirnya mandi seadanya di sumur yang terletak di rumah singgah yang lama. Beberapa cangkir kopi dan pisang goreng panas dari istri Pak Tinus kembali menghangatkan tubuh kami yang kedinginan sejak siang. Tinus adalah , seorang anak muda yang biasa membantu saya mengurus tamu pemancing di Kampung Lakahia.

Keesokan paginya, tepat Pukul 07.00 wit, longboat kami bertolak dari Lakahia menuju muara Sungai Omba, sungai yang akan kami susuri menuju Danau Yamor. Matahari telah muncul dari daratan sebelah timur Pulau Lakahia, longboat kami pun dipacu dengan kencang oleh Baim, di perjalanan menuju Muara Sungai Omba, tanpak banyak burung Pelican yang berjejer bak pasukan paskibra di tepi pantai Tanjung Tarera yang berpasir hitam. Sesekali longboat kamipun di sapa oleh gerombol ikan lumba-lumba sepanjang perjalanan menuju muara Sungai Omba, seakan memberi ucapan selamat datang kepada kami. 

dsc-0113-jpg-632663f904dff0281a627cd5.jpg
dsc-0113-jpg-632663f904dff0281a627cd5.jpg
Tepat Pukul 08.00 kami tiba di Muara Sungai Omba, di sini kami beristirahat sejenak, sekedar buang air kecil, merokok, mengisi tanki BBM, sebelum melanjutkan perjalanan menuju Yamor Kecil. Hari ini muara Sungai Omba tanpak sepi, tak ada penduduk Kampung Nariki yang membuat camp di sana. Biasanya pantai-pantai sepanjang muara beberapa sungai di Kawasan ini selalu dihuni oleh penduduk Suku Napiti dari Kampung Nariki untuk mencari ikan atau kepiting untuk dijual kepada pembeli yang datang secara periodik, bahkan ada pembeli yang tinggal bersama mereka di sana.  Salah satu budaya penduduk di sini adalah menggali lubang dalam pasir untuk  berteduh atau membenanmkan diri di dalamnya, baik pada siang hari maupun malam hari. 

Di sepanjang pantai-pantai di sini biasanya terdapat gubuk-gubuk atau camp kecil bersifat sementara yang dibuat apa adanya dari pohon-pohon bakau kecil dan daun nipah sebagai dinding dan atapnya. Gubuk-gubuk ini disebut Kapiri. Di dalam Kapiri ini mereka tinggal bersama anak-anak hingga berminggu-minggu. Belakangan sebagaian anak-anak, terutama yang berusia sekolah sudah tidak banyak yang mengikuti orang tua mereka tinggal di pantai-pantai untuk mencari ikan dan kepiting karena mereka harus bersekolah. Mereka akan datang jika akhir pekan. Kadang-kadang kami juga biasa memanfaatkan kapiri-kapiri ini untuk tempat berteduh jika perjalanan dari atau ke Yamor menemui malam. 

Tepat Pukul 08.25 kami bertolak dari muara Sungai Omba menuju Danau Manami atau Yamor Kecil. Kali ini driver kami bukan lagi Baim tetapi Alan, anak dari Kampung Etahima yang saya ajak bersama dalam perjalanan karena lebih berpengalaman dalam perjalanan dari dan ke Danau Yamor. Longboat kami dengan kekuatan double engine 40 HP melaju  cepat atau sekitar 27 km/jam menyusuri sungai menuju danau. Air yang sedang penuh karena banjir dari danau membuat perjalanan kami lebih lancar. Biasanya jika kemarau panjang, air akan surut dan perjalanan akan lebih lambat karena terhambat oleh bagian-bagian sungai yang dangkal dan banyak sampah pepohonan yang tumbang dan kandas di dalam sungai. Sebaliknya juga jika banjir berlebihan maka perjalanan akan terhambat dengan rumpun-rumpun eceng gondok yang hanyut mengikuti sungai. Driver yang mengemudikan longboat di dalam sungai ini juga harus memiliki skill ekstra karena dia harus awas dan lihai menghindari sampah berupa ranting-ranting kayu, rumpun eceng gondok, maupun harus sering mengangkat engine untuk melepas eceng gondok yang tersangkut di kaki mesin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun