Mohon tunggu...
AdrianTo Jackatra
AdrianTo Jackatra Mohon Tunggu... profesional -

Meskipun Engkau dan aku bersatu dalam kalbu namun aku tetaplah seorang hamba dan Engkau adalah Tuan. Tidak mungkin hamba menjadi Tuan dan sebaliknya tidak akan pernah Tuan menjadi hamba. O..,Tuhan berilah hamba waktu yang panjang dalam kehidupan agar hamba dapat menorehkan tulisan yang selalu meng-agungkan-Mu. AammiiiinYa Rabb.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Langkah Rusia di Crimea ,sikap Amerika dan Pelajaran bagi Indonesia

12 Maret 2014   16:27 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:01 1226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kompas hari ini tgl.12 Maret 2014 halaman 10, memuat berita tentang sanksi terhadap Rusia karena melakukan  pendudukan terhadap Crimea yang merupakan wilayah otonom Ukraina.

Seperti diketahui bahwa wilayah otonom Crimea adalah pusat AL Russia yang berpangkalan di Sevastovol. Selama ini Russia merasa aman karena presiden Ukraina, Victor Yanukovych, yang digulingkan oleh demonstran pro-Barat lebih condong untuk bekerjasama dengan Russia dibandingkan dengan barat. Namun lawan-lawan politiknya lebih memilih beraliansi dengan Eropa Barat dibawah payung Eurozone ketimbang berkiblat ke Russia.

Bagi Russia, kiblat politik Ukraina ke Eropa Barat akan mengancam keberadaan pangkalan militer Russia di Ukraina. Russia sangat membutuhkan pangkalan militer tersebut karena pada musim dingin pangkan militer Russia yang ada di utara membeku dan tidak bisa dipergunakan. Dalam kondisi tersebut, pangkalan AL Russia di Crimea bersifat sangat strategis. Oleh karena itu, Russia dengan dalih apapun ingin tetap mempertahankan keberadaannya di Crimea.

Untuk memantapkan kedudukan Russia di Crimea, Russia mengumumkan akan diadakan referendum di wilayah otonom Crimea tanggal 16 Maret 2014. Russia yang sangat yakin dengan kekuatan militernya mampu memaksakan referendum diwilayah yang secara de yure dibawah kedaultan negara lain. Ini sesuatu yang sangat luar biasa.Russia yakin menang karena sebagian besar penduduk  Crimea adalah etnis Russia.

Amerika,Presiden Obama, seperti biasa menentang langkah radikal Russia dan menganggap tindakan Russia, melaksanakan referendum di wilayah Crimea, sebagai pelanggaran terhadap hukum internasional. Sementara, Putin, melalui percakapan via telpon dengan Kanselir Jerman Angela Merkel dan PM Inggris David Cemeron, mengatakan bahwa langkah-langkah yang di ambil oleh pemerintah yang sah di Crimea didasarkan pada norma-norma hukum international. Nah...lho, siapa yang benar?

Apa yang dapat diambil sebagai pelajaran bagi Indonesia dalam menyikapi perkembangan di Crimea? Kehilangan Timor-Timur pada era Presiden Habibie patut menjadi pelajaran yang pahit.  Australia dengan dukungan negara-negara Barat baik secara langsung maupun tidak langsung berhasil menyudutkan Indonesia untuk mengambil opsi referendum. Secara sistematis mereka memasok intelejen mereka untuk beroperasi diwilayah Timor Timur, agar referendum di menangkan oleh pihak anti-Indonesia.

Sekarang ada beberapa wilayah yang rawan seperti Aceh, Papua dan Kepulauan Natuna.  Aceh sementara ini aman karena ada perjanjian Helsinki. Namun perkembangan Aceh akhir2 ini, kita melihat ada upaya melalui jalan demokrasi maupun cara-cara teror untuk membuat Aceh hanya di kuasai satu partai lokal, yang tetap memendam ambisi untuk lepas dari NKRI. Pengambil dan pembuat kebijakan di Jakarta, harus senantiasa mewaspadai dan memantau gerakan-gerakan tersebut agar tidak menyimpang dari tujuan semula dari perjanjian damai Helsinki, yaitu wilayah otonom yang berada di dalam kerangka NKRI.

Papua juga harus menjadi perhatian serius dari para pengambil kebijakan dan keputusan di Jakarta. Australia tentu sangat senang kalau Papua merdeka karena selama ini sikap Australia selalu mendua dalam hubungannya dengan Indonesia. Australia selalu menampilkan wajah pertemanan, walaupun dibalik wajah tersebut tersembul keinginan untuk melihat Indonesia terpecah-pecah menjadi negara-negara kecil sehingga tidak mempunyai kekuatan militer yang harus diperhitungkan apabila terjadi eskalasi perang diwilayah Indo Pasifik.

Dalam kasus Ukraina, kita melihat solusi Crimea sangat ditentukan oleh faktor ekonomi dibandingkan faktor politik. Amerika mungkin berkeras agar Russia enyah dari Crimea tapi Jerman dan Inggris mungkin tidak sekeras itu. Kompas mencatat bahwa ada porsi ekonomi senilai US$60 milyar, yang terkait dengan aktivitas perdagangan antara Jerman dan Russia. Sementara itu, ada ratusan milyar  uang Russia yang berputar di pusat pasar keuangan London.Akhirnya nasib Ukraina lebih ditentukan kepentingan ekonomi Jerman dan Inggris.

Dalam kaitan itu, kita harus melihat pula klaim China di wilayah Laut China selatan. Kalau China juga memasukkan Natuna dalam peta China tersebut, apakah Indonesia mampu melawan China? Mengharapkan bantuan Amerika? Dilihat dari kepentingan ekonomi Amerika, lebih baik membiarkan Natuna di caplok China, dari pada harus mengorbankan kepentingan ekonomi Amerika di China. Karena pertimbangan-pertimbangan seperti itulah, Amerika enggan memperlihat posisinya dengan tegas, ketika Philipina berseteru dengn China di Kepulauan Spratly. Melihat kondisi dan situasi seperti itu, Indonesia diharapkan selalu waspada serta mengambil langkah-langkah strategis untuk mengamankan wilayah-wilayah yang rawan tersebut dari kemungkinan lepas dari kedaulatan Indonesia.

AJ.(Cinta Indonesia)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun