Mohon tunggu...
M.Dahlan Abubakar
M.Dahlan Abubakar Mohon Tunggu... Administrasi - Purnabakti Dosen Universitas Hasanuddin
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Dosen Fakultas Sastra Universitas Hasanuddin

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Sopir Arab Tertipu "Lailatul Qadar"

12 Mei 2021   22:24 Diperbarui: 12 Mei 2021   22:28 598
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Di depan Kakbah (Dokpri)

 

Ini kisah lama sebenarnya. Tetapi masih enak juga disimak menutup Ramadan 1442 H, 2021 M. Pada tahun 1996, saya menunaikan ibadah umrah, setelah menunaikan ibadah haji pada tahun 1992. Bersama Biro Perjalanan Haji dan Umrah Tiga Utama saya dan sejumlah anggota rombongan lainnya sempat menikmati hari-hari terakhir Ramadan di Mekkah dan Madinah Arab Saudi. Rombongan waktu itu cukup banyak. Jika tidak salah sekitar 40 orang. Pas satu bus lebih sedikit.

Di antara rombongan -- karena Pak Ande Abdul Latief akan menikahkan salah seorang putrinya di Masjidil Haram -- sangat lengkap. Ada kiai (di antaranya, Prof.Dr.Halide, Zainuddin MZ,  Muhammad Nur Iskandar  SQ), para artis (di antaranya Dewi Yull, Dorce Gamalama, Nia Daniati, Henny Sanjaya, Firman Tomtam, dll), Prof.Dr.H.Basri Hasanuddin, M.A., Pak Iqbal Latanro, dan sejumlah wartawan, selain saya ada Husain Abdullah, Fahmy Miyala, Aidir Amin dan lain-lain.

Kami sempat satu kali menikmati buka puasa di Masjid Madinah. Ya, seperti banyak diceritakan orang, begitulah suasananya. Sangat meriah dan menyenangkan menikmati kurma setengah matang berwarna kuning yang dimasukkan ke dalam satu mok  plastik. Isinya, ya sekitar tak cukup sepuluh biji. Bahan bukasa puasa yang disertai segelas plastik air zamzam itu diletakkan berjejer sesuai jumlah orang di atas tikar plastik yang begitu terdengar suara azan tinggal di angkat dua ujungnya dan semua lantai masjid bersih tidak meninggalkan sisa sedikit pun.

Kurma setengah matang seperti ini tentu saja tidak sampai ke Indonesia, jika dibawa. Ketika menunaikan ibadah umrah April 2017 saya mencoba memasukkan kurma matang itu ke dalam koper setelah dibungkus dengan plastik. Tiba di Indonesia setelah beberapa hari mengalami nasib "tragis" karena terhimpit dengan benda-benda lainnya, tiba di Indonesia, kurma tersebut itu sudah berubah mirip jadi pisang epek, meskipun menyisakan rasa aslinya, manis.

.Tetapi sekarang untuk memperoleh kurma matang seperti itu tidak usah khawatir, sebab di Indonesia pun kurma sudah bisa tumbuh, berbuah,  dan menghasilkan.  Tengoklah di Pasuruan, Jawa Timur, ada wisata kurma. Para penjual bibit kurma secara daring yang mengiming-iming tawaran kurma jenis terbaik, dalam tiga tahun sudah bisa berbuah.

Ketika memasuki Mekkah kami beruntung dapat berbuka di luar kota Mekkah. Mengapa saya katakan beruntung, karena dapat menyaksikan lenyapnya matahari dan cerahnya angkasa di tanah Arab menjelang dan saat magrib. Saya berpikir, para pegawai Sara'  Arab Saudi memang lebih mudah menyaksikan awal bulan ketimbang di Indonesia. Mereka cukup keluar saja dari kota Mekkah untuk meneropong angkasa guna memastikan bulan baru muncul hanya dengan mata telanjang bisa melihat hilal.

Kalau di Indonesia, harus naik gunung dan bukit, mencari daerah ketinggian atau ke pantai untuk mengeker bulan. Untung-untung kalau cerah, tetapi Indonesia sebagai wilayah tropis yang terbagi oleh dua musim (hujan dan kemarau), kendala awan lebih banyak ditemui. Yang repot pada saat penentuan yang dikerahkan untuk meneropong dan menyaksikan hilal adalah orang-orang yang sudah sepuh dan pandangannya yang harus dibantu kacamata minus yang berlipat-lipat.  

Sopir & Lailatul Qadar 

Prosesi pernikahan putri Pak Ande berlangsung di salah satu sayap Masjidil Haram pada pagi hari. Pada malam Lebaran selepas salat Isya, kami menumpang satu bus jalan-jalan ke Jeddah yang jaraknya sekitar 90 km dari Kota Mekkah dan ditempuh sekitar satu jam lebih sedikit, karena kendaraan bergerak dalam kecepatan tinggi di jalan bebas hambatan. Di Mekkah tidak ada orang takbir keliling macam di Indonesia. Takbiratul ihram hanya terdengar menggema di dalam Masjidil Haram dan melalui pengeras suara di menara-menaranya. Suasana jalan kota biasa-biasa saja (pada waktu itu, sebelum terjadi pembangunan Kota Mekkah seperti sekarang ini, sesuai yang saya lihat pada kunjungan 2017).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun