Mohon tunggu...
M.Dahlan Abubakar
M.Dahlan Abubakar Mohon Tunggu... Administrasi - Purnabakti Dosen Universitas Hasanuddin
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Dosen Fakultas Sastra Universitas Hasanuddin

Selanjutnya

Tutup

Diary

Bangsal Covid

16 April 2021   18:42 Diperbarui: 16 April 2021   18:48 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Nurul Awaliah Syamsuri

Akhirnya, saya pun  hanya bisa pasrah. Saya  langsung mengambil air wudu dan salat sunat dua rakaat. Saat salat, airmata saya tidak berhenti menetes. Saat itu saya hanya memasrahkan semuanya kepada Allah. Saya berdoa semoga Allah tidak mengambil ayah  terlebih dahulu. Selama ini saya belum bisa membahagiakan kedua orang tua.

            Keesokan harinya, menjelang waktu asar, ibu  mendapat panggilan telepon dari tetangga yang bekerja di RSUD Haji Makassar. Tetangga  itu menelpon karena sudah satu minggu tidak melihat ayah  ikut berjamaah di masjid. Awalnya, ibu saya hanya ingin menyembunyikan fakta bahwa kami sekeluarga positif Covid-19. Tetapi akhirnya ibu memberitahu semuanya ke tetangga itu.

Tetangga  itu kerap saya sapa dengan panggilan Ummi Alif (karena anaknya bernama Alif). Ummi Alif tentu saja kaget mendengar berita itu, mengingat keluarga saya yang selalu disiplin menaati protokol kesehatan. Tapi yang namanya musibah, tidak ada yang tahu siapa yang akan terkena.

            Ummi Alif pun menyarankan  membawa ayah ke RSUD Haji Makassar saja, tempat beliau bekerja. Saat itu saya sangat bersyukur kepada Allah karena memberi kami kemudahan dalam musibah yang dihadapi.

            Sampai di rumah sakit, ayah yang kondisinya memang sudah sangat lemah langsung tidak sadarkan diri sesaat setelah dipasangkan bantuan pernapasan. Ayah  dirawat di IGD selama satu hari karena kondisi rumah sakit yang penuh. Jadi kami harus mengantre  agar mendapat kamar. Saat di IGD, kondisi ayah saya berangsur-angsur membaik, karena  ayah  sudah mendapat bantuan pernapasan.

"Ternyata itu oksigen yang kita hirup sehari-hari salah satu nikmat yang luar biasa di?," ujar ayah  dan saya hanya membalasnya dengan sebuah anggukan.

Bukan karena tidak ingin membalas ucapan ayah, saya hanya takut saat berbicara  akan menangis dan membuat beliau  semakin kepikiran.

"Betul-betul itu nikmat kesehatan luar biasa sekali,", sambungnya.

Saya kembali hanya mengangguk dan langsung berinisiatif  membalurkan minyak kayu putih ke dada dan punggung ayah.

Keesokan hari, saya mendapat kabar bahwa ayah sudah bisa dipindahkan ke ruang filter. Hal itu membuat saya sangat bersyukur, karena setidaknya di ruang filter nanti bisa berbaring. Mengingat selama ayah di IGD, saya belum tidur sekali pun.

            Ruang filter RSUD Haji Makassar sebenarnya hanya bangsal biasa yang ditempati oleh pasien. Tetapi fungsinya diganti menjadi ruang filter bagi pasien Covid yang belum mendapat ranjang di ICU. Ruang filter ini juga tidak terlalu luas, terdapat 1 WC, 1 lemari tempat penyimpnan baju, dan 2 ranjang pasien dengan masing-masing tabung oksigen di sampingnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun