Mohon tunggu...
M.Dahlan Abubakar
M.Dahlan Abubakar Mohon Tunggu... Administrasi - Purnabakti Dosen Universitas Hasanuddin
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Dosen Fakultas Sastra Universitas Hasanuddin

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Ramang Awalya Akui Maradona (15)

15 April 2021   13:30 Diperbarui: 15 April 2021   13:36 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ramang (ke-4 dari kanan) - dokpri

-

Penampilan Diego Armando Maradona dengan tim Argentina yang merebut Piala Dunia 1978, ternyata sempat menarik perhatian Ramang. Dia mengakui kehebatan Maradona yang posturnya hampir sama dengan Ramang. Hanya saja, Maradona agak padat berisi, Postur Ramang sedang-sedang saja. Selain Maradona, ternyata Ramang juga mengakui Pele yang nama aslnya "Edison Arantes do Nascimentos" dan lahir 23 Oktober 1940, dua belas tahun lebih tua daripada Ramang.

Ramang juga maklum kalau Maradona saat bermain sering menenggak obat (doping) agar tampil prima di lapangan. Mengetahui hal itu Ramang jengkel dan seperti mau menarik kembali kekaguman pada pemain yang terkenal dengan "gol tangan Tuhan" itu.

"Na tipu-a" (Dia tipu saya). Kita ini alamiah," kata Ramang yang mengetahui kehebatan Maradona menggunakan doping, seperti dikisahkan anaknya, Anwar Ramang.

Setelah Maradona diketahui menggunakan doping, Ramang hanya memiliki satu idola, yakni Pele, pemain yang pernah membawa Brasil tiga kali juara dunia (1958 di Swedia, 1962 di Chile, dan 1970 di Meksiko). Keberhasilan itu mengantar Brazil berhak atas Piala Jules Rimet. Piala yang terbuat dari emas.

Pele mengawali debutnya di Bauru AC. Dengan tinggi 1,74 cm, Pele telah menjaringkan 605 gol ke jala lawan ketika bermain dengan klub senior, Santos, Brazil antara tahun 1956-1974.

Ketika pada 1975-1977 memperkuat New York Cosmos, Pele menyumbangkan 74 gol. Di bawah tim nasional Brazil, dia menyumbang 92 gol ke jala lawannya sebagaimana saya undur melalui Wikipedia 13 Juni 2010 pukul 21.30 Wita.

Anwar termasuk anak kesayangan ayahnya. Tidak heran dia selalu dibawa ke daerah-daerah guna menyaksikan  ayahnya bermain. Usia Anwar kala itu berkisar 7-8 tahun.

"Saya main, di luar saya menonton," kenang Anwar dalam percakapan dengan saya 14 Juni 2010 pagi di Warkop Jl. Veteran Makassar.

Sebenarnya, Ramang ingin Anwar mengikuti jejaknya. Namun, bakatnya berbeda. Anwar hanya dapat mengekui kehebatan ayahnya.  Tidak saja Anwar sendiri yang mengakui kehebatan itu, tetapi begitu banyak orang yang pernah bermain dengan ayahnya dan menyaksikan pertandingan yang dilakoninya.

Anwar dan Rony Pattinasarany menjadi anak gawang ketika Ramang bermain di Stadion Mattoanging. Keduanya menjadi pemain PSM pada tahun 1965. Lantaran ada peristiwa Gerakan 30 September 1965/PKI, kejuaraan pada tahun itu ditunda dan dipindahkan ke  tahun 1966. PSM juara pada tahun ini.

Tidak ada yang menyangkali, nama Ramang sudah menjadi milik publik Indonesia. Ketika belajar di SMA Negeri Bima, saya pun sudah mengenal namanya melalui pemberitaan radio, khususnya RRI Nusantara IV Makassar yang cukup jelas siarannya ditangkap di Kanca. Jika tidak mengetahuinya dari radio, saya hanya membacanya melalui koran-koran bekas yang sudah lama terbit dan dijadikan pembungkus barang oleh orang dari kota Bima kala itu.

Bagaimana kehebatan Ramang, hingga kini mereka yang sempat menyaksikan penampilannya di lapangan kian berkurang. Namun cerita dari mulut ke mulut -- termasuk dengan membaca edisi pertama buku saya yang terbit 2011 -- jelas sudah menggurita secara nasional. Yang selalu dikenang orang, jika si kulit bundar berada di kakinya, sudah dapat dipastikan 99,9% gawang lawan akan bergetar. Tetapi ada yang mengatakan, tergantung kondisi psikologis Ramang.

Januar Pribadi, salah seorang pemain tim nasional berkomentar, Ramang tidak akan sepopuler seperti yang kemudian dia nikmati kalau saja tidak terjadi sesuatu kepada bek PSM Sunar.

Sunar-lah yang dipanggil mengikuti pemusatan latihan di Stadion Ikada Jakarta (Lapangan Banteng), tetapi dia sakit. Ramang yang muncul di Jakarta untuk pertama kalinya, belum dikenal sama sekali. Orang yang menyaksikan  kala itu tidak menyangka kalau dengan postur pas-pasan Ramang akan menjadi salah seorang pemain hebat dan melegenda. Posturnya tidak terlalu tinggi dan kurang cukup ideal sebagai pemain bola. Ramang mampu menutupi kekurangtianggian posturnya dengan memiliki kemampuan lari yang bagaikan kijang. Kata Maulwi Saelan, kiper Indonesia ketika menghadapi Uni Soviet di Olimpiade Melbourne 1956, hentakan kaki Ramang saat awal berlari selalu lebih cepat dari lawannya, sehingga dia selalu unggul jika adu lari. Ya, samahalnya, ketika kaosnya ditarik oleh pemain belakang Uni Soviet (dalam gambar dokumentasi FIFA) saat Ramang menghadap ke jala lawan, sementara pemain Soviet membelakang kipernya.

"Kalau lepas, kita tidak tahu apa yang terjadi dengan gawang Lev Jasin," kenang Maulwi Saelan ditemui di sekolahnya Al Azhar Budi Siva Jl.Kemang Raya Nomor 7, Jakarta, 10 Januari 2011 pagi. (*).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun