Mohon tunggu...
M.Dahlan Abubakar
M.Dahlan Abubakar Mohon Tunggu... Administrasi - Purnabakti Dosen Universitas Hasanuddin
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Dosen Fakultas Sastra Universitas Hasanuddin

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Meneliti Sembari Melawak (1)

12 April 2021   20:30 Diperbarui: 12 April 2021   20:35 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tammasse (kanan) menyanyi duet dengan Selfi, bintang dan juara Liga Dangdut Indonesia / dokpri

Banyak kisah suka duka dan pengalaman seorang calon doktor ketika meneliti sebagai bahan penulisan disertasinya. Jelas pengalaman mereka tidak seragam. Sangat bervariasi sesuai tingkat kesulitan dan hambatan yang dihadapi di lapangan. Bagaimana modelnya kalau yang diteliti itu adalah objek manusia yang susah diajak berkomunikasi dengan baik.

Pengalaman Dr. H.Tammasse Balla, M.Hum ini agaknya menarik disimak. Untuk mewujudkan mimpinya sebagai seorang yang menyandang gelar doktor pertama di bidang neurolinguistik di Sulawesi Selatan, pria kelahiran Pacongkang Soppeng, 25 Agustus 1966 ini melakukan penelitian di Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) Nomor 2 Baddoka di Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar. Di sekolah tersebut, ayah dua anak ini meneliti mengenai murid-murid yang mengalami disleksia, anak yang tidak dapat membaca dan menulis.

Suami Dr. dr. Hj. Jumraini Tammasse, S.Ked., Sp.S. tersebut tidak saja meneliti, tetapi juga memberi terapi agar mereka dapat membaca dan menulis. Jadi, meneliti sekaligus melaksanakan kegiatan pengabdian pada masyarakat. Dua darma sekaligus dilaksanakan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat. Bahkan juga masuk di dalamnya unsur pendidikan karena mendidik anak yang mengalami disleksia  mengenal huruf.

Tammasse merasa beruntung bertemu dengan Drs.Achmad, M.M., pria yang memimpin sekolah dengan 500 murid ini. Achmad, adalah sosok yang luar biasa. Dia memberi respon yang maksimal dan mendukung Tammasse melaksanakan penelitian dengan sampel para murid di sekolah yang dipimpinnya. Pasalnya, SLBN 2 itu merupakan sekolah kedua yang ditandangani Tammasse, setelah pada sekolah pertama membuatnya agak kecewa.

Lulusan S-2 Universitas Padjadjaran Bandung tahun 1998 tersebut  pantas berterima kasih kepadanya karena di sekolah sejenis yang disambangi sebelumnnya untuk meneliti, dia tidak direspon. Bahkan kepala sekolah pertama yang didatanginya terkesan cuek bebek.

Tammasse membangun disertasi bertajuk "Model Terapi Linguistik Kinect Based Dislexia Therapy" terhadap Anak Penyandang Disleksia di Sulawesi Selatan (Kajian Neurolinguistik) yang mengombinasikan tiga disiplin yang berbeda, yakni neuro (saraf), psiko (kejiwaan), dan linguistik (kebahasaan).

Membahas masalah neuro, bagi Tammase tidak sulit. Sebab, ko-promotor 1 adalah seorang dokter dan dokter spesialis saraf yang kapan saja dapat dia temui untuk berkonsultasi. Di kamar dan di tempat tidur pun dia bisa konsultasi. Ya tentu saja boleh, sebab sosok ko-promotor 1 ini adalah "mantan pacar" alias istrinya.

Sebelumnya, Tammasse pernah ke Surabaya dan dua kali ke Malaysia guna berburu teori-teori guna mendukung  hipotesisnya yang berkaitan dengan topik penelitiannya. Sekitar tahun 2016, dia mulai menyambangi SLBN 2 ini.  Tujuannya, mencari anak-anak yang tidak bisa membaca dan menulis (disleksia).

"Apapun yang Bapak perlukan, pakai saja," kata Achmad, ketika menyambut kedatangan Tammasse pertama kali dan langsung memberinya semangat luar biasa. Optimisme demi keberhasilan penulisan disertasinya mulai terbuka lebar

Dari total siswa Sekolah Luar Biasa ini, Tammasse hanya membidik 20 orang penderita disleksia. Seorang dari jumlah itu mengundurkan diri karena tidak memperoleh izin dari orangtuanya. Jadilah, 19 orang yang dipersiapkan akan dipilih lagi. Dari jumlah itu dipilih 10 orang. Kemudian disaring dan dipilih hingga menjadi 5 orang yang akan diteliti dan diterapi secara intens. Selebihnya sebagai pembanding.

"Yang lucu, ketika pertama kali diperkenalkan. Banyak yang tidak mau mengaku bahwa mereka tidak bisa membaca. Semua mengaku pintar, Bahkan, ada yang baku tunjuk-tunjuk. Itu, Pak yang tidak tahu membaca. Bodoh itu. Bodoh memang si Anu, si "Indra"," kata Tammasse mengungkapkan pengalaman menelitinya sembari terkekeh menirukan "kelakuan" anak-anak SLBN 2 ketika diajak berbincang-bincang di Gedung Fakultas Ilmu Budaya Unhas, 28 Februari 2018, delapan hari setelah upacara promosi doktornya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun