Mohon tunggu...
Ina Tanaya
Ina Tanaya Mohon Tunggu... Penulis - Ex Banker

Blogger, Lifestyle Blogger https://www.inatanaya.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menjalin Kerjasama antar Pendidik, Orangtua, dan Guru dengan Mengantar Anak di Hari Pertama Sekolah

12 Juli 2016   14:27 Diperbarui: 12 Juli 2016   14:54 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://sahabatkeluarga.kemndikbud.go.id/

Pendidik itu adalah orangtua dan guru

Tugas orangtua adalah mendidik anaknya baik itu di rumah maupun di sekolah.  Jika di rumah, pendidikan dimulai dengan menerapkan nilai-nilai dasar tentang etika, kehidupan manusia dan lingkungan.  Diharapkan orangtua selalu menerapkan pola pendidikan dengan mengenalkan anak kepada orang-orang yang terlibat dalam pendidikan. Orang-orang itu adalah guru.   Guru adalah bagian dari pendidik anak kita di sekolah. Kita sebagai orangtua  menitipkan anak kita kepada guru dengan kepercayaan. Kepercayaan bahwa anak kita akan dididik dengan baik dan benar.   Tentunya kepercayaan kepada guru harus dibarengi dengan pengenalan atau interaksi kepada guru.    Salah satu cara berinteraksi dengan guru  adalah dengan mengantar anak diHari Pertama Sekolah,berkenalan dengan guru pada saat mengantar anak sekolah di Sekolah pada Ajaran Baru.  Mengantarnya tentu tidak hanya di gerbang sekolah, lalu pergi meninggalkannya.   Tetapi mengantar sampai di kelas, berkenalan dengan guru dan dengan meninggalkan kartu nama orangtua dan anak. 

Berbicara dengan guru tentang kesehatan anak, kebutuhan apa yang perlu diantisipai dari anak, perhatian khusus apa yang perlu diketahui jika ada masalah belajar dengan anaknya.   Semuanya itu sangat penting karena adanya interaksi antara orangtua dan pihak sekolah.  Keduanya adalah institusi pendidik .  Yang satu adalah orangtua dan yang lainnya adalah sekolah.

http://sahabatkeluarga.kemdnikbud.go.id
http://sahabatkeluarga.kemdnikbud.go.id
Kemitraan yang terjalin antara orangtua dan guru pada hari pertama di sekolah ini akan berjalan terus.   Ini akan mengurangi  gap atau berkurangnya masalah yang terjadi pada siswa.  Selama ini diketahui bahwa timbulnya masalah dalam pendidikan adalah masalah tidak adanya komunikasi.  

http://sahabatkeluarga.kemndikbud.go.id
http://sahabatkeluarga.kemndikbud.go.id
Ingat kepada kasus Angeline, dimana sekolah sudah mengetahui adanya anak ini bermasalah di sekolah, tetapi tidak menyampaikan kepada baik orangtua maupun pihak terkait .  Tidak ada kemitraan yang dibangun sejak awal sekolah.   Jika ada masalah dengan anak , tentu orangtua bisa berkomunikasi dengan guru. Guru yang dikenalnya sejak anak itu sekolah membuat komunikasi jadi lancar.

Pengalaman Gagalnya Mengantar Anak Hari Pertama ke Sekolah

Saya ingin flashback berpuluh tahun yang lalu.   Anak tunggal saya, seorang gadis cilik.  Berhubung saya bekerja dan berasal  dari keluarga kecil, saya jarang membawanya  bersosialisasi dengan teman maupun keluarga.  Sejak lahir hingga usia masuk sekolah pre-school, anak saya tinggal bersama dengan tante. Tante yang membantu saya untuk membesarkannya karena saya bekerja full time dari pagi hingga malam baru tiba di rumah.

Saya ingat betul  pergumulan saya yang berat ketika hendak memutuskan apakah perlu mengantarkan anak  ke  sekolah pada hari pertama  Pre-School.  Saat itu orientasi berpikir saya hanya  kepada kepentingan saya yang memberatkan karena sebagai pekerja.    Untuk datang terlambat ke kantor, tentunya perlu izin.  Izin untuk terlambat tidak boleh melebihi dari tiga kali dalam sebulan.  Jika melebihi saya dikenakan sanksi  kena SP 1 (Surat Peringatan).

Itulah sebabnya saya tak mampu untuk memutuskan dengan baik  untuk mengantar anak pada hari Pertama. Keputusannya adalah anak diantar oleh tante.   Keputusan yang salah dan baru saya sadari kesalahan itu setelah terjadi peristiwa yang yang cukup menggemparkan.  

Anak diantar sekolah oleh tante.   Meriahnya semua anak diantar oleh orangtua. Anak saya mulai rendah diri karena dia tak melihat saya ada di dekatnya.  Ketika bel berbunyi, anak harus masuk kelas, guru pun mulai mengenalkan diri dan minta anak-anak juga mengenalkan diri.  Suasana yang seharusnya menyenangkan berubah total, suara jerit tangis anak karena anak  tak melihat lagi  orangtuanya  di tempat menunggu.  Anak saya yang tadinya tenang, ikut gelisah dan takut ditinggal tantenya. Ketakutan itu membuat dirinya ngompol . Ketika ngompol, dipanggilah tante untuk membawa anak pulang karena tante tak membawa ganti pakaian dalam /pakaian luar. Saat mengantar anak pulang, terdengarlah kata-kata guru : “Jangan ngompol lagi yach,  kelas bukan tempat untuk ngompol”  

Kata-kata itu sangat menusuk hati bagi anak saya yang memang memiliki jiwa sensitif. Oleh karena itu dia memboikot saya untuk tidak mau sekolah. Akhirnya dengan usaha membujuk maupun mengantar sendiri ke sekolah, anak saya baru mau sekolah lagi.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun