Mohon tunggu...
Ina Tanaya
Ina Tanaya Mohon Tunggu... Penulis - Ex Banker

Blogger, Lifestyle Blogger https://www.inatanaya.com/

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Dilematis Kenaikan UMP/UMK vs Badai PHK

1 Desember 2022   16:39 Diperbarui: 2 Januari 2023   16:11 417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi rupiah. Upah minimum 2023 naik 10 persen.| Shutterstock/Melimey via Kompas.com

Beban pengusaha bertambah lagi jika biaya UMP dan UMK akan meningkat di tahun 2023 dan kondisi ekonomi global makin menekan, para eksportir Indonesia terutama untuk bidang garmen dan alas kaki sudah mengurangi jumlah karyawannya karena permintaan global terhadap produk mereka dihentikan.

Kedua industri ini adalah industri padat karya yang menyerap sedemikian banyak buruh. Apabila mereka tertekan dan tidak mampu lagi efisiensi, terpaksa PHK buruhnya, maka yang terjadi adalah para buruh itu bukannya mendapatkan kenaikan UMK atau UMD tapi justru tak punya penghasilan sama sekali.

Begitu pula dengan perusahaan start up juga mulai melakukan efisiensi kerja. Perusahan daring bidang pendidikan dan pengantaran makanan sudah mulai mengurangi karyawannnya seiring dengan berkurangnya daya beli dan mulai aktifnya pertemuan onsite.

Diibaratkan seperti virus yang sangat mudah mengkontaminasi ke semua arah, demikian juga fenomena PHK dari beberapa sektor industri bisa menimbulkan efek domino ke sektor-sektor lain.

Pertama, ketika karyawan kena PHK, pasti daya beli menurun, kedua tingkat konsumsi akan turun dan permintaan akan barang dan jasa juga turun.

Potensi terjadinya badai PHK akan semakin meningkat apabila kenaikan upah minumun tenaga kerja tahun depan terjadi, sementara perusahaan sudah tidak mampu lagi keuangannya untuk membiayai semua ini.

Di sisi perusahaan jelas sekali kenaikan upah ini menjadi buah simalakama karena di tengah sulitnya mendapatkan order, biaya makin meningkat, akibatnya mereka merasa lebih baik tidak berproduksi daripada rugi dan menambah beban biaya keuangan .

Kebijakan Pemerintah

Di sisi lain pemerintah harus melihat kondisi ekonomi para buruh akibat potensi naik harga barang dan jasa yang tetap tinggi dan seiring dengan ketidakpastinya ekonomi global dan nasional.

Memang tuntutan kenaikan upah minimum adalah wajar agar para buruh dapat hidup sejahtera sesuai dengan kondisi harga-harga barang yang naik.

Menjaga daya beli para buruh agar mereka juga dapat tetap belanja selayaknya seperti sebelum ada kenaikan harga. 

Tuntutan kenaikan upah buruh menjadi 8-10% adalah tuntutan yang dilematis bagi Pemerintah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun