Mohon tunggu...
Ina Tanaya
Ina Tanaya Mohon Tunggu... Penulis - Ex Banker

Blogger, Lifestyle Blogger https://www.inatanaya.com/

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Siapkah Pasangan dengan Konsep Childfree? Apa Bedanya Childfree dengan Childlessness?

28 Agustus 2021   18:45 Diperbarui: 29 Agustus 2021   12:07 1104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Umumnya setiap pernikahan , baik itu istri maupun suami selalu mengharapkan kehadiran putra/putri dalam keluarga baru.  

Tentu, hal ini jadi budaya di Indonesia, habis menikah, beberapa tahun kemudian istri hamil dan melahirkan.  Bahkan, jika sang istri belum juga hamil setelah lima tahun pernikahan , sering kali mereka gelisah , takut diomongin oleh tetangga, keluarga, alas an kenapa mereka belum juga punya anak. Usaha mereka terus diperjuangkan hingga titik penghaisan agar bisa memiliki anak.

Harapan bahwa setiap anak itu membawa kebahagiaan dalam keluarga menjadi idaman bagi keluarga . Tetapi kenyataannya pada saat pandemic ini dalam sebuah tulisan di Kompas mengatakan : "Puluhan Ribu Anak Kehilangan Orangtua".  Puluhan ribu anak Indonesia kehilangan orangtua akibat meninggal karena Covid selama pandemi.   Fenomena yang mengancam kualitas masa depan generasi penerus bangsa.    Siapa bertanggung jawab atas anak tanpa orangtua itu?

Apakah  menikah itu harus memiliki anak?

Pertanyaan mendasar yang perlu dipikirkan bagi pasangan yang ingin menikah tentang seorang anak adalah seberapa jauh mereka sudah  mengetahui tanggung jawab apabila  jika mereka melahirkan, memiliki anak. Seringkali menikah tanpa memikirkan masa depan anak adalah hal sungguh tidak bertanggung jawab.

Tanggung jawab orangtua untuk bisa mendidik, memberikan dukungan moril, finansial, sehingga anak bisa akses selesai sampai ke perguruan tinggi .

 Saat saya akan menikah dalam usia yang tak muda lagi. Perhitungan untuk pendidikan anak jadi krusial sekali.  Mulai dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi, apakah ada dana tersedia, perlu dihitung dan disiapkan secara matang. setiap t Dana yang tersedia harus termasuk dengan inflasi biaya Pendidikan sebesar 10% setiap tahun, jadi apabila anak itu baru lahir, untuk biaya perguruan tinggi 17 tahun kemudian harus dipikirkan berapa besarnya dengan adanya inflasi tiap tahun.

 Bagi saya pribadi, tanggung jawab  pendidikan, kesehatan anak,  tak bisa menyerahkan kepada nasib kepada anak itu. Ada juga orangtua yang menganggap enteng,  "Anak membawa rejeki sendiri".  Suatu logika yang tak masuk akal bagi saya,  siapa yang bertanggung jawab ?   Tidak ada kaitan dengan rezeki anak, jika anak itu sendiri harus putus sekaolah karena orangtua tidak mampu membiayai.

WBU.org
WBU.org

Dukungan moral dalam mendidik anak.. Sedihnya di saat pandemi justru banyak kekerasan orangtua kepada anak dalam mendidik anak dari rumah. Dwi fungsi orangtua pekerja yang merangkap jadi pendidik anak di rumah merupakan tugas  berat.

Apakah anak itu sebagai aset?

Sering saya mendengar dari orangtua yang memarahi anaknya jika sang anak minta beli suatu alat sekolah atau makanan yang disukainya.  Komentar orangtua: "Kamu harus simpan alat tulis  ini dengan baik  karena mamah sudah bekerja keras untuk bisa membeli ini!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun