Mohon tunggu...
Ina Tanaya
Ina Tanaya Mohon Tunggu... Penulis - Ex Banker

Blogger, Lifestyle Blogger https://www.inatanaya.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

It is OK to be NOT OK, "Menjadi Manusia Pendengar"

16 Desember 2020   15:55 Diperbarui: 16 Desember 2020   16:15 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di situasi dan kondisi pandemi yang cukup mencekam bagi saya, meningkatnya kasusnya orang yang terpapar Covid , tanpa diketahui siapa OTG, kapan berakhirnya, kapan puncaknya membuat kesehatan mental jadi turun.

Kondisi Ketidak-pastian itu bagi sebagian orang termasuk saya , membuat kesehatan mental turun karena sering mengalami kekhawatiran.  Rasa khawatir sering timbul  karena tidak ada tanda-tanda titik terang, walaupun vaksin sudah tiba, tapi masih tanda tanya efektivitasnya untuk menyelesaikan uji coba ketiga.

Apabila kondisi mental tidak terkendalikan lalu bagaimana  menghindari kesehatan mental turun. . Salah satu caranya adalah  orang lalu menuliskan hal-hal yang mengkhawatirkan dalam pikirannya, dituangkan dalam satu curahan hati atau sering disebut dengan curhat atau tulisan singkat di media sosial.

Apakah tulisan curhat yang bersifat personal atau pribadi itu tepat dituangkan di media sosial?  Awalnya saya berpendapat bahwa tidak tepat orang menuliskan curhat pribadinya di media sosial karena media sosial itu adalah milik bersama-sama  bukan individu. Konten curhat pribadi di media sosial itu bukan tempat curhat. Curhat di media sosial itu bagi saya nantinya akan jadi pembicaraan orang lain yang membaca . Jadi konten pribadi tentunya tidak tepat dituangkan dalam media sosial.

Ternyata paradigma pertama saya itu di atas itu sekarang telah berubah setelah saya menemukan suatu platform .

Jika tiap orang hanya menuangkan segala ungkapan isi hatinya di diary, jurnal, lalu siapa yang membaca?  Bagaimana orang lain bisa merasakan empati, dan membuat dukungan atas apa yang terjadi dengan orang yang sedang tertimpa kesedihan, kesulitan dan kebingungan.

"Menjadi Manusia", sebuah media sosial platform yang membuka diri bagi orang yang ingin membagikan dan mendengarkan kehidupan orang dari berbagai perspektif .

Sementara banyak media sosial yang hanya menyarankan mereka yang sedang curhat itu menjadi orang lain . PEmbacanya hanya menerima orang lain apabila orang bisa mengubah dirinya menjadi seseorang yang diinginkan oleh pembacanya.   Seyogyanya, orang yang curhat itu harus diterima sebagaimana apa adanya, merangkulnya keunikan orang itu,  mengakui bahwa hidup itu memiliki kehidupan yang berarti bagi tiap orang tidak sama.Contohnya, ada seorang yang curhat, betapa sulitnya di zaman covid ini, pekerjaan sebagai free-lancer di sebuah perusahaan pariwisata.  Hilang pekerjaan, cari pekerjaan yang paling mudah menurutku sebagai driver ojek online, ternyata tak mudah.  Tak mencukupi untuk hidup keluarga. Mencoba untuk mengasah kreativitas dengan jadi content creator di youtube, belum berbuah karena aku belum punya viewer yang banyak......

Ada pembaca yang tak memiliki empati, langsung memberikan komentar: "Kamu kurang beriman, kurang kreatif, kurang kerja keras...

Di sinilah penulis yang belum berpengalaman pun akan menjadi lebih "down", dia tidak bisa diterima sebagaimana yang seharusnya dia mendapatkan support, diberikan penguatan "semangat" supaya dia bisa bangkit kembali.

Branding Komunitas yang tidak mementingkan sekedar logo, huruf, warna , tipografi.  Tetapi branding komunitas itu merupakan suatu ide kemanusian yang penuh pengertian dan koneksi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun