Kondisi yang sedemikian parah tidak dipedulikan, bagi petugas yang kaku dengan peraturan, tetap bersitegang untuk minta Rapid Test harus dilakukan di Puskesmas Pagesangan.
Perjalanan menuju ke Puskesmas sangatlah berat bagi Arianti yang sudah dalam kondisi sakit. Di Puskesmas bukannya ditolong, tapi harus menjalani antrean mendaftar. Bapak Yudi protes kepada petugas dan minta prioritas karena kondisi yang emergency.
Tidak bergeming, petugas tetap memastikan peraturan harus dijalankan menjalankan rapid test.
Kondisi Arianti yang makin parah tak dipedulikan, dan Arianti sudah pasrah jika terpaksa harus melahirkan di Puskemas. Hasil rapid test tidak bisa seketika didapatkan.Â
Arianti juga terpaksa pulang ke rumah hanya untuk mengambil pembalut untuk pendarahannya.
Ketika dia pulang, hasil rapid test keluar. Keluarga minta surat rujukan agar ditangani RSAD Mataram. Tapi petugas tak bisa mengeluarkan surat yang diminta.
Akhirnya, keluarga membawa Arianti ke RS Permata Hati, sayangnya surat keterangan hasil rapid test Covid-19 tidak diakui karena tidak melampirkan alat rapid test Covid-19. Arianti terpaksa melakukan test ulang.
Barulah tim medis RS Permata Hati memeriksa kondisi janin, detak jantungnya sangat lemah. Arianti harus bersiap untuk melakukan operasi.
Selesai operasi, kabar buruk diterima oleh Arianti dan keluarga yang menyatakan bayi itu telah meninggal dunia sejak dalam kandungan.
***
Alangkah sedih, kecewa dan kesal keluarga terhadap penanganan medis yang berlarut-larut. Memang nyawa ada di tangan Allah, tetapi karena lamanya proses dan prosedur dari pertolongan membuat bayi itu tak tertolong.
Kisah pilu sebaiknya tak terulang bagi para ibu yang sedang hamil. Siapkan semua prosedur yang diminta sebelum kelahiran.