Satuan Gugus Depan Covid 19 mengatakan bahwa tidak adanya perubahan peraturan, tidak diizinkan untuk mudik bagi semua warga. Â Perpindahan warga itu menyebabkan mutase virus makin banyak menyebar dan tidak terkendali.
Sedangkan epidemiolog dari Universitas Gajah mada mengatakan bahwa  virus covid-19 hanya dapat dikendalikan apabila warga disiplin melakukan "physical distancing".
Sayangnya operator tidak diundang dalam pembicaraan sehingga tidak diketahui mengapa pengaturan calon penumpang dari dua maskapai yang jaraknya cukup dekat keberangkatannya itu menimbulkan antrian panjang penumpang. Â Apakah antrian panjang itu karena kekurangan tenaga untuk pengecekan kesehatan calon penumpang sehingga menimbulkan lamanya waktu dan tidak bisa dihindari, penumpang pun berjubel-jubel.
TImbul pertanyaan saya yang sangat memenuhi benak saya, mengapa tidak ada konsistensi dari kebijakan Pemerintah, Â dikatakan "tidak boleh mudik" , tapi ada "khusus" Â dengan pelbagai embel-embel protokol kesehatan.
Seandainya, virus itu terbawa  di penumpang-penumpang yang pulang ke kampung meskipun surat kesehatan yang mereka bawa itu hanyalah selembar kertas yang bisa dibeli di mana pun, akhirnya PSBB itu hanyalah suatu fatamorgama belaka.
Sedihnya jika ada "second wave" dari virus covid-19, kita harus mengulang lagi biaya untuk menanggulangi virusnya, Â belum sampai pemulihannya loh.
Pusing saya agak mereda setelah saya bisa menuangkan kegelisahan ini dalam tulisan ini.