Mohon tunggu...
Ina Tanaya
Ina Tanaya Mohon Tunggu... Penulis - Ex Banker

Blogger, Lifestyle Blogger https://www.inatanaya.com/

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Pecandu Rokok Tidak Gentar dengan Kenaikan Cukai 23 Persen

26 September 2019   21:25 Diperbarui: 26 September 2019   21:38 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Begitu Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengumumkan akan adanya kenaikan cukai rokok 35 persen pada tahun 2020, timbullah kepanikan untuk industri rokok. Kepanikan dari industri rokok itu menganggap bahwa hal itu akan mengancam keberlangsungan industri tembakau dan pengolahannya serta rantai distribusi yang panjang. 

Alasan utama dari kenaikan cukai sebesar 23 persen itu menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani adalah yang pertama untuk mengurangi perokok, yang kedua untuk meningkatkan pendapatan negara, dan yang ketiga adalah untuk mengatur industrinya.

Mengurangi Perokok?
Saat ini jumlah perokok di Indonesia sudah mencapai 90 juta, dengan asumsi perokok berusia 18-40 tahun ke atas. Sebenarnya yang paling disukai perokok untuk mereka yang sudah bekerja tentunya rokok mesin /filter dengan harga di sekitar Rp.16.500 per satu bungkus (isi 12) sementara untuk anak-anak SMP, SMA dan mahasiswa/i yang belum bekerja memilih rokok yang terbuat dari "lintingan" tangan atau yang murah berkisar RP.1.000-Rp.1.500/per batang.

Di tahun 2017 dan 2018, ketika harga cukai tidak naik, menurut Ketua Perhimpunan Industri rokok, jumlah produksinya di hampir pabrik rokok menurun berkisar 1%. Tetapi hal ini bertolak belakang dengan statistik dari Lembaga Survei tentang perokok yang memperlihatkan kecenderungan tiap naik 2-4% meskipun tidak ada kenaikan

Dengan adanya kenaikan 23% cukai, terpakasa industri rokok akan menghitung kembali berapa total biaya produksi ditambah dengan cukai, dan produksi tentunya juga berdasarkan perkiraan kasar dari konsumsi perokok.

Pabrik rokok yang mengenakan cukai 35% kepada konsumen, artinya rokok yang dulu harganya sebatang ada yang Rp.8.000 , nantinya akan naik dibanderol menjadi 10.800

Ketika ditelusuri lebih lanjut jumlah konsumen terbesar adalah mereka yang justru dari pendapatan menengah ke bawah, bahkan ada yang pendapatannya Rp.1.5 juta pun bisa mengalokasikan khusus untuk rokok sebulannya sekitar hampir 300 ribu.

Saat nanti ada kenaikan cukai 35% tentunya yang paling terimbas adalah konsumen yang menengah ke bawah ini karena mereka hanya punya pilihan berhenti merokok atau mereka justru beralih ke rokok elektrik yang tidak dikenakan cukai sebesar 23%.

Asumsinya jika diantara mereka yang kena imbas itu akan berhenti merokok, tujuannya untuk mengurangi perokok akan dianggap berhasil. Sayangnya, masih ada yang tidak puas untuk berhenti merokok, justru mencari rokok yang dijual illegal yang tidak dikenaikan cukai jika mereka lari ke illegal rokok, maka tujuan untuk mengurangi perokok tidak akan tercapai.

Apalagi jika mereka justru mencari rokok elektronik yang jauh membahayakan kesehatan, maka tujuan mengurangi perokok pasti tidak akan berhasil.

Keberhasilan pengurangan jumlah perokok bukan dari harga yang mahal dari rokok saja, tetapi perokok juga perlu diberikan sosialisasi tentang bahayanya rokok  dan kampanye tentang kesehatan tanpa rokok. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun