Mohon tunggu...
Ina Tanaya
Ina Tanaya Mohon Tunggu... Penulis - Ex Banker

Blogger, Lifestyle Blogger https://www.inatanaya.com/

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Bila Aku Jadi Menag, Hindari Jempol Gatal di Gadget

9 Juli 2018   13:44 Diperbarui: 9 Juli 2018   15:00 788
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagai Menag, aku gelisah sekali melihat banyak jempol "gatal di Medsos yang sangat mengganggu baik itu persatuan nasional maupun merusak pendidikan bagi bangsa ini.

menag-statistik2-5b4303afbde57565ea4b0112.jpg
menag-statistik2-5b4303afbde57565ea4b0112.jpg
Siapa sebenarnya pengguna Medsos terbesar di Indonesia ?   Jangan kaget karena statistik menunjukkan bahwa penetrasi pengguna internet di Indonesia berdasarkan usia menunjukkan bahwa mayoritas (75.50%)  adalah usia 13-18 tahun,   diikuti dengan 74.23% rentang usia 19-34 tahun,  44.06%  rentang 35-54 tahun dan sisanya  15.72% rentang >54 tahun.     Jika dilihat dari jenis kelamin,  jumlah laki-laki  lebih  besar yaitu 51.43%  dan dibandingkan  jumlah perempuan 48.57%.

Lebih mengagetkan lagi bahwa  jenis layanan yang terbesar kedua yang diakses oleh pengguna di atas adalah Media sosial 87.13%  (lihat table).

Dengan data ini dapat menggambarkan fenomena yang terjadi di masyarakat Indonesia saat ini yang boleh dikatakan cukup mengkhwatirkan.

Beberapa waktu yang lalu yang sedang heboh terjadi suatu platform "tiktok"seseorang bocah lelaki berusia 14 tahun menggunggah dirinya menjadi selebritas dadakan.  Platform tiktok adalah aplikasi media yang mengakomodasi pengguna untuk berkreasi merekam video selama 15 detik secara lip-sync.

Nyatanya hasil unggahan bocah itu bukannya menjadi sesuatu yang baik dan kreatif, tapi justru sebaliknya  sesuatu yang membuat bocah itu harus berurusan dengan hukum dan kejiwaan.  Ini akibat buruk dari seseorang yang membully dengan komentar kejamnya dan tak senonoh.  Diikuti dengan warganet yang terus ikut-ikutan sehingga anak ini jadi korban hukum akunnya  dihilangkan dan dia sendiri kehilangan kepercayaan dirinya tidak berani datang ke sekolah dan tidak mau bersekolah.  Ibunya terpaksa harus mengadakan home schooling buat putranya karena anaknya tidak mau sekolah sama sekali.  Ini sangat miris sekali bukan.

Buntut dari unggahan-unggahan yang tak mendidik itu ,  platform "tiktok" diban atau dihapuskan oleh Menkominfo.

Bukan hanya bocah yang tidak terkenal saja yang dibully, tapi juga para selebritas pun ikut jadi gempuran dari  komentar buruk dengan kata-kata yang menyakitkan seolah orang yang mengatakan itu sudah mengetahui motivasi dari posting itu. Contohnya inginnya memposting berita gembira tentang kelahiran putrinya yang lucu.  Namun, alih-alih yang dilihat bayinya, justru baju ibunya yang dianggap kurang senonoh jadi sasaran cacian kejam dan tak beradab dari para netizen.

Ternyata kebiasaan buruk itu bukan hanya "bullying" , mereka juga suka sekali  membaca berita tanpa "smart"  dan lalu menyebarkan dengan jemarinya dalam sekejab.  Jika satu berita itu dikirimkan oleh netizen yang pengikutnya sudah mencapai ribuan atau bahkan puluhan ribu,  otomatis penerimanya mencapai ribuan/puluhan ribu. Dari penerima yang ribuan itu mereka juga melakukan hal yang sama, tidak berpikir cerdas dan mengecek kebenaran berita itu,  terus menyebarkan kepada pengikutnya.  Aku sebagai Menag jadi bingung sekali hanya dalam hitungan detik berita tidak benar itu sudah menyebar ke seluruh penjuru Indonesia.   Akibatnya tentu sangat buruk,  jika berita itu meresahkan warga, mereka akan menjadi takut, khawatir apa yang terjadi sebenarnya.  Belum lagi berita yang tak ada ujung pangkalnya yang meresahkan bisa  membuat mereka marah kepada Pemerintah, melakukan demo dengan dasar yang tak kuat sama sekali.

Fenomena yang berefek racun dishibisi daring  harus disikapi serius banget, dan tak boleh dibiarkan terus menerus menggerus kesatuan dan pendidikan moral yang turun.  Bahkan hoax atau berita palsu itu menjadi salah satu ancaman cyber yang sangat berbahaya.  Berita hoax jadi sumber konflik, baik individu ,kelompok maupun bangsa.

Jika aku jadi Menag,  aku tak membiarkan hal ini berlangsung terus menerus karena warganet ini memang perlu pembelajaran diri dalam berinternet .  Tapi aku tak mampu bekerja sendirian karena jumlah pengguna internet usia belia  itu sebagai mana yang sudah  kucantumkan di atas adalah 87.13% dari 140 juta artinya  ada 121,982,000 anak yang akses medsos. Aku perlu bantuan untuk bekerja sama dengan kalian semua para blogger termasuk Kompasianer untuk memberikan literasi digital tentang bagaimana beretika  dalam internet.   Aku perlu Anda semua untuk mengkampanyekan maupun untuk meliterasikan berikut ini kepada semua pengguna Medsos.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun