Pagi itu saya membalik-balik media kompas dengan cepat sekali karena waktu tersisa sangat singkat. Â Saat mata saya tertuju kepada dua ulasan di rubrik "Pembaca" . Saya terpaksa harus tetap bertahan untuk membaca sampai habis.
Dua tulisan yang berjudul "Pensiunan Rentan Kemiskinan" Â dan "Negara dan Hubungan Anak dengan Orangtua" itu membuat saya terpaku untuk membaca dan menyimak lebih teliti lagi. Â Â
Dalam artikel pertama itu sang penulis merujuk kepada berita tentang berita di Kompas berjudul "Warga Lanjut Usia" Â tertanggal 2 Juni 2018 dimana hidupnya selain terkena penyakit parah, berujung kepada kemadian dan lemahnya dukungan sosial karena kenaikan harga pokok.
Dalam artikel kedua berjudul "Negara dan Hubungan Anak dengan orangtua" , seorang penulis yang mengeluhkan hubungannya dengan anaknya yang sangat tidak memperhatikan dirinya yang berusia 80 tahun. Sementara anak yang tinggal di luar negeri itu tak perhatikan dirinya, Â dia juga mengeluhkan tentang negara atau Pemerintah tentang hak dan kewajiban anak kepada orangtua.
Umur tentunya tidak dapat dilawan karena waktu berjalan terus tanpa bisa dihentikan. Â Demikian kondisi sosial ekonomi orangtua juga hampir sama. Setiap kali menjelang umur 55 -65 tahun, kita semua akan masuk ke usia pensiun bagi yang bekerja sebagai PNS, Swasta. Sementara yang bekerja sendiri tentu tidak ada pensiun. Â Tapi produktivitas kita di masa pensiun maupun di masa usia tua makin menurun dengan menurunnya fisik kita.
Bagi mereka yang bekerja di PNS tentunya masih beruntung menerima uang pensiunan tiap bulan. Sementara yang bekerja di swasta tidak ada uang pensiun yang diterima tiap bulan kecuali saat mereka pensiun biasanya diberikan sekaligus.
Sayangnya, uang pensiun yang diterima itu tentu tidak dapat mengcover sejumlah pengeluaran yang tiap tahun meningkat. Jumlahnya hanya setengah atau sepersepuluh dari gaji  terakhir dan  adanya inflasi.   Di satu sisi, walaupun anak-anak sudah mandiri dan  para pensiunan tinggal berdua suami istri saja seharusnya uang pensiun mencukupi kebutuhan mereka yang seharusnya tidak lagi besar karena tidak mengeluarkan dana untuk kebutuhan untuk anak.
Namun,  mengapa  sejumlah pensiunan itu  masih mengeluh kurang uang pensiun yang diterimanya bahkan mereka yang tak terima pensiun itu mengharapkan dana sosial dari anaknya pun tidak diterimanya sama sekali.
Sebelum menjadi tua atau memasuki dunia pensiun.  Sebaiknya kita memiliki perhitungan yang matang bahwa  dunia pensiun bukan berarti uang pensiun cukup untuk memenuhi kebutuhan kita yang mungkin sebagian besar sudah berkurang.
Perhitungan yang jelas bahwa  biaya hidup seorang pensiunan selain makan , transportasi, biasanya yang terbesar adalah biaya kesehatan dan sosialisasi.  Bagi mereka yang punya penyakit kronis atau menahun harus memikirkan biaya yang lebih besar untuk pengobatannya. Apabila tidak dicover oleh asuransi, maka biaya penyakit itu(dokter, obat, rumah sakit dan lain-lainnya)  akan menggerus uang pensiun tiap bulan .