Bulan Februari yang lalu, kita dikejutkan berita  terdamparnya dan matinya  ikan paus  mati menelan plastik di  Pantai Cabo de Palos dekat Murcia, Spanyol.  Ketika diperiksa penyebab kematiannya, sungguh membuat hati pilu sekali karena perutnya penuh dengan 30 ton sampah plastik. Â
Walaupun ikan paus ini mati di perairan Spanyol bukan berarti sampah plastik itu hanya ada di perairan di sana. Â Sampah dari samudera mana pun mudah mengalir dari hulu sampai ke hilir.
Di samudera luas bukan hanya ikan paus saja yang hidupnya dengan mencari makanan di air laut/samudera. Namun, berbagai macam binatang lainnya seperti "Seabird"  atau  burung laut yang hidup bebas mengarungi samudera dan mencari makananya berasal dari laut baik itu ikan kecil, kerang, remis, ikan kecil, keong.


Burung laut ini  hampir sama nasibnya dengan ikan paus. Dia hanya mencari makan tanpa bisa memilih. Dampak polusi terburuk dari plastik ini juga menjadi penyebab matinya burung-burung laut.
Ketika para ilmuwan , ahli biologi laut ini mendapatkan banyak burung laut mati di suatu daerah terpencil di Pulau Lord Howe, mereka datang ke sana untuk mendokumentasi, mengungkapkan dan membantu mengatasi agar anak-anak burung laut yang nyaris mati karena makan plastik.
Mereka menemukan betapa dampak buruk polus palstik terhadap kehidupan binatang liar. Â Binatang liar yang selayaknya bisa mencari makan tanpa mati karena plastik sekarang plastik jadi ancaman bagi mereka . Â Sayangnya, mereka juga tak bisa mencegah dirinya dari bahaya palstik yang mengancam mereka.Â

Para  ahli biologi laut dan tim yang memproduksi film datang ke pulau itu untuk menyelamatkan burung-burung. Mereka menangkapi ratusan anak-anak burung karena anak burung itu meninggalkan sarangnya, mereka menyiramkan air untuk diminum ke dalam perutnya agar ada sedikit nutrisi yang membantu mereka dalam mempertahankan hidupnya dan mengeluarkan plastik dari
Kehilangan Nutrisi

"Tetapi jika kita membiarkan plastik di lautan, hal ini berarti kita membiarkan mereka tidak dapat mendeteksi mana yang plastik dan mana yang non plastik, mereka hanya makan saja apa  saja yang ada di depan mereka", jelas ilmuwan itu.
Tanpa sadar orangtua burung itu memberikan makanan plastik yang dibawanya kepada anaknya . Akibatnya anak burung-burung itu ke luar dari liangnya dengan perut yang penuh dengan plastik.  Bahkan tampaknya mereka  kekurangan nutrisi, tidak mampu bertumbuh dan berkembang mandiri.
Tugas bantuan dari tim ilmuwan itu dengan membasuh atau mencuci perut burung-burung itu tanpa meluakinya. Â Caranya adalah dengan menyemprot dengan air laut dan mengeluarkan plastiknya, demikian dijelaskan oleh Dr. Lavers.Â
Serangkaian acara proses penyelamatan itu telah diflimkan oleh tim crew film BBC. Â Salah seroang crew, Liz Bonnin, mengatakan apa yang dilihatnya di Pulau Lord Howe adalah hal yang paling terberat selama karirnya.
"Saya sangat shockk  berapa banyak dari anak-anak burung itu yang harus kami bantu untuk mengeluarkan plastik dari perutnya!" ujarnya kepada Penyiar BBC. Â
Ia melihat 90 plastik keluar dari salah satu pertu anak-anak itu pada suatu hari.
"Tetapi para ilmuwan itu menceritakan bahwa mereka harus menarik sebanyak 200 sampai 250 buah plastik dari burung-burung yang mati atau mati disebabkan "regurgitasi". Suatu hal yang mengerikan jika kia melihatnya.
Jennifer Lavers  menambahkan bahwa kebanyakan palstik yang ditemukannya itu sebenarnya masih dapat dicegah apabila barang-barang yang ikut termakan oleh burung laut itu seperti sikat gigi plastik, plastik dari pamper bayi dan sebagainya. Â
Keselamatan dari semua binatang liar ini jadi taruhannya apabila kita sebagai mahluk hidup yang punya kesadaran betapa plastik sebenarnya membunuh binatang itu. Jika binatang mati, keseimbangan dari mahluk hidup di dunia ini.
Serat Sisal jadi solusi serbuan plastik:
Mereka yang masih memproduksi plastik dan kantong plastik berisiko dipenjara hingga 4 tahun atau didenda 40.000 dolar AS (Rp.563juta).
Kebijakan ini membuat beberapa terobosan seperti memakai tas belanja di semua jaringan supermarket.  Robert Gituru, ahli botani di Universitas Pertanian dan Tknologi Jomo Kenyatta menciptakan  serat tanaman sisal  untuk pengganti tas plastik. Â
Pemerintah Kenya sudah mendorong petani untuk invertasi menanam sisal. Sisal selain punya nilai ekonomi, juga dapat mengatasi cuaca kering Kenya. Â Prospek cukup bagus.
Sayangnya Juliette Biau K. Direktur Regional Program Lingkungan Hidup PBB mengatakan bahwa alternatif sisal itu memakan biaya yang mahal. Tas sisal itu memakan biaya dua kali lipat dari kantong plastik dan orang miskin tak mampu untuk membelinya.
Semuanya berpulang kepada komitmen dari semua negara /warga atas keselamatan mahluk hidup di dunia ini yang jika tidak hidup seimbang maka manusia pula yang akan merasakan dampaknya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI