"Hati-hati Krisis Keuangan Dapat Mengakibatkan Kemiskinan". Bagaimana jika tulisan ini menjadi peringatan untuk kita semua. Apa bayanganmu? OMG!!! Wait...wait...wait please don't be hide. Terkejut dan pastinya penasaran, bukan? Lalu, setelah rasa pensaranmu terjawab, kira-kira tindakan apa yang akan kamu lakukan untuk mengantisipasi fenomena krisis tadi tidak terjadi dalam hidupmu. Mengenalnya, mempelajarinya, dan memahaminya...ya pasti ini jawabanmu. Exactly, artinya kita sehati, kawan :)
   Well, untuk pembukaan saya ingin curcol (alias curhat masa lalu). Kawan, masih ingat gak dengan "Krisis Keuangan 1997". Ya, tepatnya "Krisis Keuangan Asia Tenggara 1997" ini telah meluluhlantakkan usaha/bisnis Ayah saya. Bentuk bisnis yang bergerak bidang kontraktor ini, merupakan usaha yang menjadi kebanggaan Ayah saya.Â
Karena bisnis ini bergerak di bidang kontraktor sudah tentu bahan bakunya hampir keseluruhan impor semua. Dengan arti untuk berproduksi, bisnis ini memiliki risiko yang cukup besar. Mengapa? Karena produksinya berbahan baku impor sudah tentu ia bergantung kepada stabilitas harga rupiah terhadap dollar. Lalu, apa hubungannya dengan krisis keuangan 1997. Penasaran ya *v* ...Ok, let I tell you.
   Alright, agaknya kita harus sedikit throwback sejarah ekonomi bangsa kita yakni sejarah krisis keuangan 1997. Krisis ekonomi yang dialami Indonesia pada tahun 1997 sebenarnya merupakan bagian dari krisis finansial Asia Tenggara yang merupakan perpaduan yang parah antara perilaku pasar keuangan yang di luar batas dan kebijakan pemerintah yang lemah. Krisis Asia ini berawal dari Thailand yaitu dengan terpuruknya nilai bath (mata uang Thailand) yang disebabkan oleh keputusan pemerintah Thailand untuk menerapkan kebijaksanaan sistem mengambang terhadap nilai tukar bath terhadap dollar Amerika.
   *Sebagai catatan, sistem mengambang ini sangat bergantung pada demand (permintaan) dan supply (penawaran) pasar uang terhadap dollar (karena dollar dinobatkan sebagai mata uang internasional).*
   Para investor baik dari Asia Tenggara maupun dari negara-negara lain mulai menarik investasi dari kawasan (Malaysia, Singapura, Indonesia dan Filipina) untuk mengamankan aset-asetnya. Dampaknya sangat jelas yaitu bahwa nilai tukar mata uang negara-negara ini merosot, pada gilirannya menyebabkan hutang yang semakin membengkak. Dan, Indonesia merupakan negara Asia yang paling parah terkena krisis 1997.
   Periode krisis di Indonesia berlansung mulai tahun 1997, memasuki tahun baru 1998 harga dollar AS jauh melewati angka Rp 6000 dan pada 22 Januari 1998 mencapai angka Rp 16.000 tertinggi dalam sejarah ekonomi Indonesia. Harga-harga barang kebutuhan pokok antara lain beras, kedelai, gandum, sayuran, buah-buahan dan jasa transportasi maupun produk-produk industri meningkat drastis. Tingginya kandungan impor sektor produksi ekonomi Indonesia memaksa pemerintah dan pengusaha untuk mengimpor barang-barang kebutuhan pokok dan barang-barang input bagi kelangsungan proses prduksi.
   Peristiwa-peristiwa diatas seakan terbungkus dalam satu paket atau dalam bahasa bataknya "mardomu ma iisii"...alias komplikasi. Komplikasi yang berawal dari ketidakpastian ekonomi Thailand (yang mengubah sistem nilai tukarnya) hingga berakibat pelarian modal asing dari negara-negara yang memiliki keterkaitan bisnis dengan Thailand. Lalu, dampaknya terhadap Indonesia ialah beban berat yang ditanggung para pengusaha untuk setiap biaya produksi yang berbahan baku impor. Mengapa? Hal ini disebabkan pelarian modal asing tadi membuat rupiah semakin lemah terhadap dollar. Dimana, pada saat itu sebagian besar perekonomian kita ditopang oleh dollar. Bisa dibayangkan kawan, seperti apa peristiwanya kan? Semua orang kocar-kacir mencari solusi masing-masing hingga menyelamatkan diri masing-masing.
   Nah, karena alasan inilah, Bank Indonesia begitu gigih dan giat menjaga stabilitas harga barang dan jasa. Dimana kestabilannya dapat kita lihat dari perkembangan nilai tukar rupiah dan tingkat inflasi setiap tahunnya. Bank Indonesia berusaha menyeimbangkan kekuatan-kekuatan permintaan dan penawaran baik dari sisi harga barang maupun harga jasa pada setiap momen perekonomian kita.
   Gimana? Bisa dipahami.Â
   Semoga bermanfaat ya :)