LAGU YANG TAK SELESAI
Bab 4 Di Balik Diam, Tumbuh Rasa
Hari-hari di Camp Interniran berjalan dalam irama yang nyaris sama. Suara terompet pagi, derap langkah di halaman, antre air, kerja bakti, lalu malam yang sunyi dan panjang. Tapi bagi Nora, sejak pertemuan itu, waktu tak lagi sepenuhnya hampa. Ada titik-titik cahaya kecil yang muncul dalam diam dan semuanya berputar di sekitar satu nama : Pambudi.
Kadang, di sela antrean air, mereka saling bertukar kata singkat.
"Semalam tidur?"
"Setengah nyenyak, setengah gelisah."
Kadang, saat tugas cuci bersama, tangan mereka hampir bersentuhan di ember yang sama. Hanya sepersekian detik, tapi cukup untuk membuat dada Nora bergemuruh tak karuan.
Pambudi mulai mengenal hal-hal kecil tentang Nora, bahwa ia suka menyisihkan potongan singkong untuk Dimas, bahwa ia menulis puisi di balik sobekan bungkus sabun, bahwa ia menyukai warna biru karena mengingatkannya pada langit sebelum perang.
Dan Nora juga mulai memahami Pambudi, bahwa ia selalu menunduk bukan karena takut, tapi karena terlalu banyak yang ia simpan dalam diam, bahwa ia pernah kehilangan adik perempuan saat pengungsian, bahwa setiap kali hujan datang ia selalu menatap langit lama-lama seolah mencari seseorang yang tak kembali.
Suatu siang, ketika pekerjaan membersihkan halaman selesai lebih awal, Pambudi menghampiri Nora yang sedang duduk di bawah pohon waru kecil, mencoba menulis sesuatu dengan arang di potongan kardus.
"Apa itu?" tanyanya.