Mohon tunggu...
Ashwin Pulungan
Ashwin Pulungan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Semoga negara Indonesia tetap dalam format NKRI menjadi negara makmur, adil dan rakyatnya sejahtera selaras dengan misi dan visi UUD 1945. Pendidikan dasar sampai tinggi yang berkualitas bagi semua warga negara menjadi tanggungan negara. Tidak ada dikhotomi antara anak miskin dan anak orang kaya semua warga negara Indonesia berkesempatan yang sama untuk berbakti kepada Bangsa dan Negara. Janganlah dijadikan alasan atas ketidakmampuan memberantas korupsi sektor pendidikan dikorbankan menjadi tak terjangkau oleh mayoritas rakyat, kedepan perlu se-banyak2nya tenaga ahli setingkat sarjana dan para sarjana ini bisa dan mampu mendapat peluang sebesarnya untuk menciptakan lapangan pekerjaan yang produktif dan bisa eksport. Email : ashwinplgnbd@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Harga Daging dan Telur Ayam Mahal, Padahal Persediaan Cukup Ada Apa?

29 Juli 2018   12:49 Diperbarui: 29 Juli 2018   13:54 1027
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Harga termahal (Juli 2018) dalam sejarah perunggasan Indonesia (Dok.Pribadi)

Protein hewani di Indonesia selalu mahal tidak wajar, harga daging sapi di konsumen mencapai Rp. 130.000,-/kg walaupun ditekan oleh Pemerintah dalam berbagai cara dengan importasi daging Kerbau India Rp.80.000,-, tetap saja harga daging sapi tidak tergoyahkan. Selanjutnya alternatif asupan protein hewani lain dari daging dan telur ayam malah harganya juga sangat mahal di konsumen bisa mencapai Rp.42.000,- -Rp.45.000,- per kg dan harga telur mencapai Rp. 29.000,- hingga Rp.32.000,-. 

Dari sajian data pemerintahan Joko Widodo dan diumumkan pada publik, persediaan selalu cukup dan surplus. Ada apa sebenarnya dengan pemerintah yang selalu kalah dengan mekanisme harga di konsumen walaupun sudah ada Permendag No.27/2017 dan Permentan No.32/2017 untuk mempengaruhi suplai dan harga di konsumen.

Dari hasil program pencapaian target berdasarkan hasil data Kementan dan Kemendag untuk produksi daging dan telur ayam hasilnya surplus, seharusnya kalau data pemerintah surplus, harga daging dan telur ayam seharusnya berada pada harga yang wajar dan tidak naik meroket seperti sekarang.

Kenyataannya dalam beberapa hari ini sejak bulan Ramadhan dan hari Raya Idul Fitri 1439 H malah harga telur dan daging ayam harganya tinggi tidak terkendali mencapai Rp.42.000,- -Rp.45.000,- per kg dan harga telur mencapai Rp. 29.000,- hingga Rp.32.000,- ini membuktikan bahwa bisnis unggas ini ada praktek monopoli dan kartel. Pada kenyataannya peta perbisnisan protein unggas di Indonesia saat ini 80% dikuasai Perusahaan tertentu asal investasi PMA terintegrasi, 15% oleh PMDN terintegrasi serta Peternak Rakyat hanya 5% saja.

Saat harga daging ayam dan telur melambung tinggi, para bandar ayam mogok dagang dan melakukan aksi demo di beberapa daerah, khususnya di Jawa Tengah. Satgas Pangan bentukan Pemerintah dari Pusat, Provinsi dan Kabupaten hanya berani melakukan pemeriksaan ke para pedagang dipasar pasar serta para peternak rakyat ke kandang kandang menunjukan bhw pihak pemrintah tidak menunjukkan keberpihakkan kepada peternak rakyat. 

Seharusnya Satgas Pangan memeriksa berbagai pasar modern dan seluruh kandang-kandang budidaya final stock (FS) farm closed house dari para perusahaan besar terintegrasi. Termasuk kandang kandang perusahaan Breeder Parent Stock.

Operasinalisasi Satgas Pangan untuk mendapatkan harga produk ternak unggas yang murah dan wajar, jangan hanya periksa sasaran sidak kepada kandang dan pedagang kecil dipasar saja. Sasaran sidak Satgas Pangan untuk periksa kandang peternak dan pedagang ini memberikan rasa takut dan beban psikologis kepada peternak dan pedagang menyebabkan mereka panik akhirnya jual murah dan para broker ayam besar jadi senang karena merasa terbantu oleh sidaknya Satgas Pangan.

Operasinalisasi Satgas Pangan selama ini berjalan hanya jangka pendek, berikutnya harga ayam dan telur akan naik lagi, karena yang menguasai ayam dan telur bukan peternak rakyat akan tetapi perusahaan besar Integrator  (kuasai pangsa pasar Nasional 80%) yang dibolehkan oleh UU No.18/2009 untuk berbudidaya FS serta menjual kepasar tradisional didalam negeri.

Sehingga para Satgas Pangan dan timnya bisa mengetahui jumlah DOC yang diproduksi serta dijual kemana saja serta harganya berapa, bagaimana harga DOC bisa sampai Rp.6.750,- - Rp.7.000,-/ekor,  padahal modal produksi DOC hanya Rp.4.200,- keuntungan dari menjual DOC FS sampai diatas 50%. Menurut aturan yang didasari Permentan DOC yang diproduksi harus didistribusikan minimum 50%-nya kepada peternak rakyat. 

Kenyataan ini adalah sebagai bukti adanya praktek monopoli dan kartel untuk sapronak DOC. Sayangnya pihak pemerintah cq.Satgas Pangan dan KPPU yang dibiayai dengan uang rakyat tidak bisa menjalankan fungsinya dengan sebenarnya dan berkesan membiarkannya dalam operasionalisasi semi pencitraan yang sasaran sidaknya (inspeksi mendadak) yang melenceng.

Dampak dari Sidak Satgas Pangan, harga ayam dan telur turun psikologis harga LB (lifebird) turun dari Rp.24.000,- ke Rp.20.000,- , karkas ayam turun dari Rp.42.000,- jadi Rp.38.000,-, dan harga telur dari Rp.29.000,- jadi Rp.26.000,-. Sementara harga DOC masih tetap harganya tinggi yaitu Rp.7.000,- harga sampai dipeternak Rp.7.250 -- Rp.7.500,-/ekor. Harga pakan juga naik sebelumnya naik Rp.150,- sekarang naik Rp.250,- total kenaikan hrga Pakan Rp.400,-.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun