Inilah jawaban Pemerintah yang tidak memiliki rasa empati kepada seluruh permasalahan yang dihadapi rakyatnya. Sangat terlihat jelas jawaban baku Pemerintah yang di-copy-paste sejak zaman kepemimpinan Soeharto dan di sana-sini diadakan editing. Cara Orba yang kuno inilah yang masih dilakukan oleh para petugas pejabat Pemerintah yang masih makan gaji dari uang rakyat. Di manakah pemerintahan yang dikatakan sebagai Pemerintahan Revolusi Mental? Sebaiknya janganlah seperti ini kalimat bahasanya dari pemerintah dalam jargon Revolusi Mental saat ini.
Penulis ingin menjawab penjelasan Pemerintah: “pengajuan data kerugian yang disampaikan oleh Pemohon berturut-turut dari tahun ke tahun semakin bertambah, menurut Pemerintah hal tersebut tidaklah tepat karena kerugian Pemohon bukan disebabkan adanya pasal a quo, namun akibat dari pola budidaya yang masih dilaksanakan secara sendiri-sendiri, sehingga biaya produksinya tidak dapat bersaing.”
Jawaban penulis: Sudah jelas setelah berlakunya UU No. 18 Tahun 2009 yang menggantikan UU No. 6 Tahun 1967, mayoritas peternak rakyat mati usaha budi daya di lapangan, akibat pasar tradisional diserobot oleh produksi para perusahaan integrasi PMA. Seharusnya ketika peralihan kepada UU yang baru yang menghendaki persaingan bebas, ada kajian ekonominya oleh pemerintah terhadap usaha budi daya peternakan rakyat dan pemerintah harus menyiapkan Breeding Farm Peternakan Rakyat, lalu Pabrik Pakan Peternakan Rakyat lalu diberikanlah kebebasan bertarung di pasar dalam negeri.
Dalam posisi transisi perpindahan kepada UU No. 18/2009, posisi ekonomi para peternakan rakyat hanya berada di budi daya saja sedangkan perusahaan terintegrasi dan PMA yang dihadapi usaha peternakan rakyat adalah usaha yang sudah memiliki sendiri Breeding Farm. Feedmill dan budi daya serta RPA (Rumah Potong Ayam), inilah ketidaksetujuan para peternak rakyat yang mengatakan rakyat melakukan usaha sendiri sendiri selalu tidak bisa efisien dan kalah bersaing dan untuk mempersatukan dan memanajemen kehidupan rakyat agar meningkat kesejahteraannya, adalah tugas Pemerintah. Dalam hal ini Pemerintah abai dan teledor, padahal mereka makan gaji dan fasilitas dari uang rakyat.
Kita memaklumi semua, mengapa sangat banyak UU yang dihasilkan oleh para anggota DPR yang diuji materi ke MK, karena kualitas UU yang dihasilkan oleh para anggota DPR-RI adalah sangat rendah dan banyak para anggota DPR yang mengomersialkan pembahasan RUU untuk bisa memasukkan kepentingan kelompok tertentu ke dalam UU dengan bayaran sejumlah uang. Akibatnya UU yang dijalankan dalam masyarakat adalah UU yang tidak berpihak kepada semua golongan rakyat secara adil dan berkesetaraan. UU salah seperti inilah yang diemban dan dijalankan oleh Pemerintahan eksekutif, dan seluruh rakyat harus mematuhinya.
Sadarkah Pemerintahan yang menggembar-gemborkan Revolusi Mental bahwa mereka sedang menjalankan UU yang sebenarnya membahayakan kehidupan seluruh rakyat dan akan meruntuhkan Negara? Seharusnya ketika Revolusi Mental digagas, pemerintah harus memiliki agenda awal untuk merevisi mayoritas UU buruk pasal dan ayat yang dihasilkan oleh para anggota DPR kita selama ini. Perhatikan juga momen tahun 2009 pada pengesyahan UU No. 18/2009 adalah periode menjelang kampanye Pilpres dan Pilleg, mungkinkah banyak anggota DPR ketika itu fokus mau bersusah payah serta bersungguh-sungguh demi rakyat membahas RUU? Ketika akan berlangsung Pemilu 2009? Ketika akan Pemilu pasti pikiran para anggota DPR adalah uang suksesi pemenangan. (Ashwin Pulungan)