Mohon tunggu...
Ashwin Pulungan
Ashwin Pulungan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Semoga negara Indonesia tetap dalam format NKRI menjadi negara makmur, adil dan rakyatnya sejahtera selaras dengan misi dan visi UUD 1945. Pendidikan dasar sampai tinggi yang berkualitas bagi semua warga negara menjadi tanggungan negara. Tidak ada dikhotomi antara anak miskin dan anak orang kaya semua warga negara Indonesia berkesempatan yang sama untuk berbakti kepada Bangsa dan Negara. Janganlah dijadikan alasan atas ketidakmampuan memberantas korupsi sektor pendidikan dikorbankan menjadi tak terjangkau oleh mayoritas rakyat, kedepan perlu se-banyak2nya tenaga ahli setingkat sarjana dan para sarjana ini bisa dan mampu mendapat peluang sebesarnya untuk menciptakan lapangan pekerjaan yang produktif dan bisa eksport. Email : ashwinplgnbd@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

KPK Memang Nyata Akan Dipasung

2 Oktober 2012   04:59 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:23 510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13491538791580786026

Dasar KPK untuk menjalankan tugas dan fungsinya adalah UU N0. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adapun dasar pertimbangan kuat untuk melahirkan KPK adalah :

"Bahwa dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemberantasan tindak pidana korupsi yang terjadi sampai sekarang belum dapat dilaksanakan secara optimal. Oleh karena itu pemberantasan tindak pidana korupsi perlu ditingkatkan secara profesional, intensif, dan berkesinambungan karena korupsi telah merugikan keuangan negara, perekonomian negara, dan menghambat pembangunan nasional; bahwa selanjutnya lembaga pemerintah yang menangani perkara tindak pidana korupsi belum berfungsi secara efektif dan efisien dalam memberantas tindak pidana korupsi". (Menimbang dalam UU N0.30/2002)

Artinya, selama ini lembaga seperti Kepolisian RI, Kejaksaan, Kehakiman, Makamah Agung tidak berjalan serta lumpuh karena banyaknya para oknum penggagal penegakan Hukum di Indonesia didalam lembaga-lembaga tersebut. Para oknum ini bahkan banyak yang terlibat dalam kasus hukum itu sendiri dan banyak yang terlibat kasus manipulasi uang APBN dan kasus kriminal lainnya (Kasus rekayasa pembunuhan Nasarudin dalam kasus Antasari Azhar) serta banyak kasus-kasus lainnya yang belum diungkap. Yang paling ekstrim adalah masyarakat sudah menuduh Kepolisian RI, Kejaksaan, Kehakiman, Makamah Agung adalah sebagai sarangnya MAFIA HUKUM dan MAFIA PERADILAN.

Atas dasar hal diatas, maka dalam suatu pertimbangan yang sangat matang serta penggodogan yang alot serta lama dalam mekanisasi filosofi serta kalimat dan bahasa yang penuh dalam pertimbangan serta pemikiran dan pertimbangan yang membumi di lembaga DPR-RI ketika itu, lahirlah UU N0.30 Tahun 2002.

Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas dan menyebar dalam masyarakat. Perkembangannya terus meningkat dari tahun ke tahun, baik dari jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi kualitas tindak pidana yang dilakukan semakin sistematis dan canggih serta lingkupnya yang memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat. Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali ini, akan membawa bencana yang maha dahsyat tidak saja terhadap kehidupan perekonomian nasional tetapi juga pada kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya. Tindak pidana korupsi yang meluas dan sistematis juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat, dan karena itu semua maka tindak pidana korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan telah menjadi suatu kejahatan luar biasa (Extraordinary Crime). Begitu pun dalam upaya pemberantasannya tidak lagi dapat dilakukan secara biasa, tetapi dituntut cara-cara yang luar biasa. Untuk menjawab kebutuhan Bangsa dan Negara serta rakyat dalam menghadapai Korupsi sebagai "Kejahatan Luar Biasa" maka KPK diberi wewenang luas yang dapat melakukan penangkapan, pemeriksaan, penyidikan dan penuntutan terhadap semua warga negara Indonesia yang melakukan tindak pidana manipulasi keuangan negara baik pegawai negeri sipil, kepolisian baik didalam negeri maupun yang berada diluar negeri. Hal ini didasari dalam ketentuan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001, badan khusus tersebut yang selanjutnya disebut Komisi Pemberantasan Korupsi, memiliki kewenangan melakukan koordinasi dan supervisi, termasuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, sedangkan mengenai pembentukan, susunan organisasi, tata kerja dan pertanggung jawaban, tugas dan wewenang serta keanggotaannya diatur dengan Undang-undang. (Penjelasan dalam UU N0.30/2002)

Bahkan dalam Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Korupsi tahun 2003 tentang KPK bisa secara luas untuk melakukan penangkapan, pemeriksaan, penyidikan dan penuntutan terhadap semua warga negara Indonesia yang melakukan tindak pidana manipulasi keuangan negara baik pegawai negeri sipil, kepolisian, dinyatakan secara jelas dalam (Article 30 Prosecution, adjudication and sanctions Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Korupsi tahun 2003).

Bunyi Pasal 30 itu adalah : "Each State Party shall take such measures as may be necessary to establish or maintain, in accordance with its legal system and constitutional principles, an appropriate balance between any immunities or jurisdictional privileges accorded to its public officials for the performance of their functions and the possibility, when necessary, of effectively investigating, prosecuting and adjudicating offences established in accordance with this Convention". Artinya : "Negara Pihak wajib mengambil tindakan-tindakan yang perlu untuk menetapkan atau mempertahankan, sesuai dengan sistem hukum dan prinsip-prinsip konstitusinya, perimbangan yang wajar antara kekebalan atau hak istimewa yurisdiksi yang diberikan kepada pejabat publiknya untuk melaksanakan fungsinya dan kemungkinan, jika diperlukan, untuk menyidik, menuntut dan mengadili kejahatan menurut Konvensi ini".

[caption id="attachment_209277" align="aligncenter" width="530" caption="Ketika beberapa tokoh terketuk untuk mendukung KPK"][/caption]

Upaya Pelemahan dan Pemasungan KPK Itu Nyata Adanya.

  1. Terjadinya tarik menarik kasus Simulator SIM di Kepolisian yang melibatkan DS dan para petinggi Kepolisian lainnya, membuat semakin meruncingnya perang urat syaraf antara Kepoliusian RI dengan KPK padahal dalam ketentuan KPK memiliki dasar hukum yang kuat. Bahkan secara etika apabila Kepolisian RI tidak memiliki segudang permasalahan kriminal dan manipulasi, tentu Kepolisian dengan berbesar hati menyerahkan pemeriksaan kasus Simulatos SIM kepada KPK agar tidak disebut sebagai "Jeruk makan jeruk" oleh masyarakat. Hal ini meruncing dengan penarikan penyidik Kepolisian yang ada du KPK;
  2. Melihat gelagat keberanian KPK pada butir 1. diatas, membuat banyak oknum pada lembaga DPR-RI (2009-2014) merasa resah lalu dilakukanlah upaya politisasi untuk melakukan "revisi UU KPK yaitu UU No.30/2002 bahkan sudah masuk Prolegnas dalam waktu yang sangat cepat". Dalam RUU revisi berisi, upaya pemisahan penuntutan dikembalikan kepada Kejaksaan dan dalam upaya KPK melakukan penyelidikan, kemampuan penyadapan untuk investigasi suatu kasus dipersulit dengan harus melalui persetujuan dari Ketua Pengadilan Negeri (Pasal 12A ayat 2 RUU KPK - Kompas.com);
  3. Adanya upaya kuat dari KPK untuk mengungkap Kasus Bank Century dalam waktu dekat ini, membuat para manipulator melakukan konspirasi kristalisasi kekuatan untuk bekerja sama dengan para oknum di DPR-RI untuk melakukan politisasi dan pelemahan KPK;
  4. Adanya rencana KPK mengungkap kasus Hambalang, Wisma Atlit dan banyak kasus lainnya yang melibatkan Partai Demokrat (PD), membuat para manipulator-Koruptor membuat gerakan tersembunyi bahkan untuk membubarkan KPK;
  5. Adanya rencana lanjutan KPK untuk mengungkap mega kasus manipulasi uang ratusan Triliun rupiah pada perusahaan Pertamina yang melibatkan para oknum petinggi pada Lembaga Kepolisian RI dan Militer serta Pemerintah dalam kasus pembocoran pipa minyak mentah serta pencurian BBM pada jalur tranportasi kapal di Selat Malaka;
  6. Revisi UU No.30 Tahun 2002 adalah suatu hal yang sangat mengejutkan seluruh rakyat Indonesia di NKRI. Tidak ada satupun dari lembaga kemasyarakatan diseluruh Indonesia yang menyatakan keberatan kepada kinerja KPK selama ini. Hanya DPR-RI dan pemerintahlah yang merasa keberatan. Hal ini bisa kita duga kuat bahwa banyak oknum DPR-RI dan Pemerintahan yang terlibat kejahatan luar biasa Korupsi APBN dan APBD. Revisi UU KPK ini adalah suatu pelemahan yang nyata dalam retorika busuk nan licik dari para oknum DPR-RI dan Pemerintah yang menyatakan bahwa revisi UU KPK adalah untuk memperkuat KPK bahkan revisi UU KPK baru dalam tahap ditampung, kita perlu menambahkan wewenang penetapan SP3 kepada KPK dan lain sebagainya;
  7. KPK merupakan Lembaga Pemerintah dan Lembaga Keinginan Rakyat yang terakhir sebagai benteng kekuatan penegakan hukum di NKRI ini. Lalu yang dihadapai seluruh rakyat adalah "Korupsi yang Merajalela disemua Bidang yang melibatkan para petinggi Negara dan merupakan kategori tindak kejahatan luar biasa" seharusnya KPK sebagai lembaga super body yang diharapkan rakyat bisa mempercepat pemberantasan Korupsi dan sewajarnya dipertahankan dan diperpanjang kalau perlu dilestarikan sehingga tidak merupakan lembaga adhock seperti sekarang ini.

Harapan Rakyat Kepada Pemerintah.

  1. Pemerintah segera mencabut upaya merevisi UU KPK yaitu UU No.30 Tahun 2002 serta Pemerintah segera meredam pembuangan energi Nasional melalui aneka debat yang hanya untuk meributkan pro dan kontra terhadap revisi UU KPK yang akhirnya dijadikan sebagai upaya pengalihan perhatian rakyat terhadap beberapa mega kasus yang melibatkan banyak oknum Pemerintah dan DPR-RI;
  2. Pemerintah dan DPR-RI yang berisi para oknum manipulator tidak akan bisa dipercaya oleh seluruh rakyat di NKRI ini jika ingin melakukan revisi UU KPK yang sudah dianggap seluruh rakyat sebagai benteng akhir penegakan hukum di Indonesia;
  3. Presiden SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) segera mengambil tindakan untuk menyerahkan sepenuhnya Kasus Simulator SIM kepada KPK, lalu Presiden SBY segera mencabut rencana revisi UU KPK tentang upaya kuat pelemahan KPK;
  4. KPK segera membangun SDM penyidik sendiri yang tidak tergantung kepada Instansi Korup lainnya dengan cara merekrut para pengacara muda yang agamis, idealis dan nasionalis;
  5. Jika pemerintah masih lamban dan tidak melakukan tindakan positif tentang usulan pencabutan revisi UU KPK ini pada bulan Oktober 2012, maka seluruh rakyat harus segera melakukan konsolidasi kekuatan massa rakyat untuk menyatakan "MOSI TIDAK PERCAYA KEPADA PEMERINTAH dan MOSI TIDAK PERCAYA KEPADA DPR-RI". (Ashwin Pulungan)

Salam, Kembalikan Kedaulatan Rakyat kepada Rakyat bukan Kepada DPR-RI.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun