Mohon tunggu...
A. Dahri
A. Dahri Mohon Tunggu... Penulis - Santri

Alumni Sekolah Kemanusiaan dan Kebudayaan Ahmad Syafii Maarif (SKK ASM) ke-4 di Solo

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Bal-Balan

25 April 2021   13:12 Diperbarui: 25 April 2021   21:29 660
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: Manadopost.com

Tetap, pak Toko sambil tersenyum sinis dan tetap tak bergeming.

"Jangan hukum istri saya, biar saya menggantikannya." Pinta Marhawi

Tangis berderai-derai dari keluarga kecil itu, Ngat tak kuasa menahan tangisnya sambil memeluk Tirto dan Marhawi, "Jangan pak'e, ibu salah, jadi biar ibu yang bertanggung jawab." Suara tangis mulai pecah kembali.

Pak Toko tetap tak bergeming dan menyodorkan kembali surat yang ada di depannya.

__________

Di lain pihak, pak Kasun tiba-tiba datang, kemudian berunding dengan Pak Toko. Dari kejauhan percapannya tampak serius, dan sesekali tawa mengembang dari kedua orang tersebut.

Sejam kemudian mereka keluar, dan sebagian penduduk sudah memadati kantor perhutani.

Dipanggillah Marhawi dan Istrinya, wajahnya lungset, kucel. Kemudian pak Kasun memberikan semacam sambutan di depan Penduduk dan beberapa orang perhutani yang duduk sambil menyulut sebatang rokok. "Pak Marhawi dan Bu Ngat adalah keluarga kami, semua penduduk di lembah selatan adalah keluarga, jadi saya bertanggung jawab atas keluarga saya. Namun kita perlu ingat, bahwa kejadian ini jangan sampai terulang, jangankan ranting, kalaupun ada tanaman liar seperti luntas, kemangi, junggulan yang tumbuh di lahan perhutani, jangan sampai dipetik, apalagi tidak ijin terlebih dahulu."

"Pak Toko, saya akan bertanggung jawab atas apa yang dilakukan Bu Ngat, dan terima kasih telah memaafkan beliau." Imbuh Pak Kasun

Tangis syukur Marhawi dan Ngat tumpah. Mereka berpelukan. Lalu bersalaman mencium tangan pak Toko. Disusul bersalaman ke pak Kasun.

Penduduk mulai membubarkan diri, begitu juga Marhawi dan Ngat, mereka pulang, lega namun juga lemas lunglai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun