Mohon tunggu...
A. Dahri
A. Dahri Mohon Tunggu... Penulis - Santri

Alumni Sekolah Kemanusiaan dan Kebudayaan Ahmad Syafii Maarif (SKK ASM) ke-4 di Solo

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Bal-Balan

25 April 2021   13:12 Diperbarui: 25 April 2021   21:29 660
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: Manadopost.com

Tirto menangis terus dipangkuan Bapaknya. Sesekali Marhawi menyuapinya buah pepaya, ia lapar, ia haus, ingin segera minum susu dari Ngat. Tirto masih menyusu walaupun usianya sudah setahun.

Kata orang dulu, menyusu kalau bisa sampai dua tahun malah baik. "Nggarai cerdas nang arek" kata salah satu sesepuh kampung lembah.

Matahari sudah hampir menyingsing di arah barat. Namun Ngat masih belum menampakkan diri. Tirto sudah berhasil dibuat tidur oleh Bapaknya. Gusar, lapar, karena semenjak Ngat menggantikan Marhawi, memang tak pernah memasak tepat waktu seperti biasanya.

Marhawi gusar, karena tak biasanya Ngat pulang sampai sesore ini. Apalagi hanya untuk mencari satu dua bentel kayu bakar. Karena memang ranting kering pinus dan jati sangat mudah dicari di seluas lahan garapan di lembah.

Ia mondar mandir di depan rumah. Sesekali melirik Tirto takut terbangun sewaktu-waktu. Dan ternyata benar, Tirto bangun, lantara celananya sudah basah oleh kencingnya. Ia ngompol, dan berak. Celananya; dibagian bokong ndlemok warna kuning.

Marhawi membawanya ke kamar mandi, sekaligus memandikan Tirto.

__________

Matahari sebentar lagi dilahap oleh kegelapan. Namun Ngat belum juga pulang. Ia menanyakan ke tetangga, katanya Ngat mencari kayu bakar dengan Rusmi. Tetapi Rusmi sudah di rumahnya.

Ketika Marhawi menanyakan ke Rumsi, "Tadi dia bilang mau langsung ke pasar krempyeng, mengantar kayu bakar dan sedompol singkong kuning yang dia temukan di dalam lembah. Kayaknya singkong itu cukulan (tumbuh sendiri), Aku sudah mengajak pulang, tapi Ngat ngeyel, mau langsung ke pasar.

Marhawi, menggendong Tirto di belakang punggungnya. Menuju pasar dengan meminjam sepeda ontel Mat Sirat; adik sepupunya. Sesampainya di pasar, ia tidak menemukan Ngat, ia menuju lorong-lorong pasar, namun tak menemukannya. Lampu lima watt kuning menyala, dan ia melihat satu orang merapikan kayu bakar di depan bedaknya. Marhawi menghampirinya.

"Jenengan lihat istri saya pak? Kayaknya kayu ini darinya?", lelaki tua itu tak langsung menjawab. Ia memanggil istrinya. Lalu meminta Marhawi masuk ke rumah yang jadi satu dengan bdaknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun