Mohon tunggu...
A. Dahri
A. Dahri Mohon Tunggu... Penulis - Santri

Alumni Sekolah Kemanusiaan dan Kebudayaan Ahmad Syafii Maarif (SKK ASM) ke-4 di Solo Iswaya.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kita Tidak Tahu, Nasib dan Takdir Maunya Apa?

8 Januari 2021   04:31 Diperbarui: 8 Januari 2021   05:14 942
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://cdn.pixabay.com/photo/2016/05/02/10/13/ship-1366926_1280.jpg

Ada pepatah jawa mengatakan bahwa, "dingkluk wae kesandung, apa maneh mlaku dangak." Jalan sambil menunduk saja kadang masih tersandung batu, apalagi jalan sambil mendongakkan kepala.

Perjalanan hidup sangatlah misterius, kadang mulus tanpa hambatan apapun, sehingga sampai pada puncaknya. Namun terkadang justru jatuh tersungkur dan - tanpa ampun. Artinya posisi setiap manusia dalam kehidupan sulit ditebak.

Oleh sebab itu, kehati-hatian serta kewaspadaan perlu dijadikan perhatian. Ibarat mengendarai motor, si pengemudi memiliki kewajiban untuk berhati-hati. Sedangkap  penumpang harus waspada.

Sederhananya, kehati-hatian akan membawa kebaikan tersendiri bagi siapapun. Hal yang kita mafhumi bersama adalah proporsional dan menyesuaikan diri. Tidak terlalu menonjolkan diri, pun tidak terlalu menenggelamkan. Biasa-biasa saja.

Sikap ini tentu perlu ada kiat dan upaya terus menerus. Membiasakan diri adalah latihan yang sukar dilaksanakan oleh siapapun. Perlu energi yang besar.

Tidak sedikit yang terengah-engah kemudian berhenti di tengah jalan. Bahkan merasa sudah mencapai impian, bisa jadi itu masih permulaan. Karena disadari atau tidak jalan tidak selalu lurus, adakalanya berlobang, berkelok, naik turun dan kain sebagainya.

Tidak sedikit pula yang disposisi atas dirinya sendiri. Ada sikap yang cenderung melebihi siapapun yang tidak sama dengan dirinya. Menganggap dirinya lebih ketimbang yang lain.

Hal ini perlu menjadi cermin bagi kita untuk selalu membangun dan mendewasakan diri. Karena sampai kapanpun, nasib sulit ditebak maunya apa? Karena nasib di satu sisi bergantung pada Tuhan, di sisi lain kita juga harus merubahnya.

Tidak salah ketika harus menunjukkan keunggulan yang dimiliki. Guyonannya Gus Baha' "Saya tidak niat sombong, cuma ngomongin fakta tentang saya." Tetapi hati dan jiwanya sudah menyatu dan memang tanpa pamrih.

Berbeda dengan khalayak umum yang tentu beragam orientasi sosialnya. Apalagi pujian adalah kebutuhan psikologis manusia. Sudah barang tentu akan melekat selagi masih menyandang nyawa.

Agaknya contoh perjalanan manusia sudah seabrek, bahkan memenuhi beranda sosial media. Apakah hal itu mampu menjadi cerminan bagi setiap pribadi, itu urusan lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun