Mohon tunggu...
A. Dahri
A. Dahri Mohon Tunggu... Penulis - Santri

Alumni Sekolah Kemanusiaan dan Kebudayaan Ahmad Syafii Maarif (SKK ASM) ke-4 di Solo

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menjadi Diri Sendiri, Menguak Kunci Kebahagiaan

11 Oktober 2020   17:34 Diperbarui: 11 Oktober 2020   17:35 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kalau kita berada di kandang kuda, maka jangan mengubah diri kita menjadi kuda. Atau sebaliknya, mengubah kuda menjadi seperti diri kita. Biarkan berjalan pada ruang dan waktu yang dimilikinya. Tugas kita hanya menghormatinya.

Begitu juga dengan apa yang sering terjadi di sekitar kita. Tidak sedikit yang memaksakan diri untuk mengubah orang lain menjadi seperti dirinya. Menganggap orang lain lebih buruk dari dirinya.

Hal ini tidak hanya dalam ruang-ruang agama. Dalam komunikasi sosial, pendidikan, politik, ekonomi dan lain sebagainya. Manusia dibekali "Ahsan attaqwiim" potensi. Potensi yang beragam rupa dari Tuhan. Di samping anugerah, ini menjadi bukti bahwa Tuhan mengajak manusia berpikir.

Kondisi hari ini adalah kondisi dimana semua pihak saling memaksa. Saling berkehendak. Saling mengkritik tanpa memberi jalan, nihil solusi, gagap gragap-gragap interaksi. Tanpa ada upaya menganalisis diri, mengenali diri sendiri.

Hidup atas nama adalah kegiatan yang sering luput dari kebijaksanaan berpikir. Ia punya tujuan tapi lupa pada prosesnya. Bahkan tidak mengetahui bagaimana seharusnya. Hidup atas nama seringkali menjadi seperti wanita seksi atau pria macho yang menjadi rebutan. Atas nama rakyat, atas nama kesejahteraan, atas ini atas itu atas bawah dan lain sebagainya.

Ibarat rumah, pasti memiliki tata ruang, di mana kamar, dapur, ruang tamu, kamar mandi dan halaman. Manusia juga demikian. Perlu mengenali garis, sisi bidang dan sisi ruang.

Manusia sebagai garis maka ia akan memilih lurus atau berkelok-kelok. Manusia sebagai bidang ia akan dibatasi oleh kesadaran akan kemampuannya. Penerimaan atas siapa dirinya. Sedangkan manusia sebagai ruang adalah menampung segalanya. Tanpa pandang pilih.

Tentu perlu adanya pembelajaran dan penggemblengan yang tanpa henti. Kadang untuk mencapai ketenangan manusia perlu merasakan keriuhan. Untuk mengerti kebahagiaan maka perlu tahu kesedihan. Hal ini fitrah manusia. Tidak bisa keluar dari kodratnya.

Sebagai manusia hanya perlu memahami kemanusiaan dan kemanusiawiannya. Sebagai manusia hanya perlu mengenali kehambaannya. Sebagai manusia hanya perlu mengenali fungsinya.

Dengan demikian ketika melihat kuda maka tidak memaksa kuda untuk menjadi seperti apa yang kita kehendaki. Pun sebaliknya. Kita tidak perlu beramai-rami menjadi kuda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun