Mohon tunggu...
A. Dahri
A. Dahri Mohon Tunggu... Penulis - Santri

Alumni Sekolah Kemanusiaan dan Kebudayaan Ahmad Syafii Maarif (SKK ASM) ke-4 di Solo Iswaya.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Satriya Paranggelung Mbangun Jelaga

7 Oktober 2020   18:34 Diperbarui: 7 Oktober 2020   18:41 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wayang.wordpres.com

Di sebuah ruang kerja agak luas dan syarat akan pengabdian saya bertemu dengan seorang teman. Ia pandai bercakap, pandai berbaur dan membangun suasana. Kecakapan yang lain adalah ia mampu menjalankan administrasi dan memanagerial kebutuhan atasan-atasannya. Memenuhi kebutuhan kolega atasannya. Semangat yang ia bawa adalah semangat sastri, semangat abdi. Dan jujur, saya iri atas prinsip itu.


Ia adalah pembelajar yang tangguh, semangatnya luar biasa. Siapa yang tak kenal ia, ia dikenal dari berbagai kalangan. Ia dipuja di berbagai ruang kedap suara. Khususnya wanita. Walaupun kadang ia menjadi seperti Pagunadi (Ekalaya) yang kemudian mengorbankan Ibu Jarinya. Hanya karena sang Guru (Drona) khawatir kemampuannya melebihi sang murid tercinta; Arjuna.


Kisah ini adalah refleksi atas sahabat saya yang -- subjektif saya seperti kisah sang Ekalaya dari Paranggelung. Ekalaya atau Eklaya atau Palagunadi adalah ksatria yang takdzim kepada Gurunya, walaupun sang Guru menolak mengangkatnya sebagai murid. Ia belajar memanah ditemani pantung Drona. Mungkin keuletan inilah yang membuatnya menjadi pemanah ulung, bahkan melebihi sanga murid terkasih dari Drona; Arjuna.


Ekalaya tanpa melihat sasaran panahnya mampu mengenai sasaran itu. ketajaman, keuletan dan kemauan yang kuat menjadi dasar atas sikap bawana yang ada di dalam hatinya. Ia rela memotong ibu jarinya ketika sang Guru tadi memintanya (walaupun ini sebenarnya adalah kelicikannya agar Arjuna tetap menjadi pemanah yang tiada tanding).


Ekalaya besar di lingkungan pemburu. Semangat berburu yang kuat, seperti teman saya itu, ia juga pemburu yang handal. Tak kenal lelah, bahkan ia mampu meredam lelahnya dengan sikap profesionalnya sebagai abdi, bertanggung jawab atas keabdiannya. "Ekalaya mbangun jelaga" predikat ini pantas untuk sang kesatria sejati. Sang abdi sejati, sang prajurit sejati, sang raja kinasih bersama bidadari Hapsari; Anggraini.


Proses Ekalaya ini patut ditiru dan diapresiasi. Murid mana yang hari ini patuh sepatuh-patuhnya terhadap perintah sang Guru. Jelaga yang ia bangun meruang dan mewaktu di dalam hati. Ia rela dianggap dan dinilai dengan predikat purwarupa. Yang terpenting baginya adalah pelayanan terhadap kemanusiaan di atas segalanya.


Hastina dan Paranggelung hanya ruang sempit yang menyita hari-harinya. Di luar itu ia memiliki jelaga waktu yang meruang, hati yang membawana, meluas bak cakrawala. Jika Arjuna dititahkan sebagai sabda palonnya, maka Ekalaya adalah ruang yang ditapaki sang sabda palon.


Suatu ketika Ekalaya pergi ke Hastina, ia hendak menemui sang Guru Drona, namun ia ditolak karena bekal yang habis dan -- tanpa upeti ia tak bisa diterima di lembaganya. Tetapi Ekalaya tak kurang akal, ia mengajar sahabat karibnya Reksatatya untuk belajar bersama di hutan tanpa mengirim puja-puja kepada sang guru yang menolaknya tadi.


"Boss, nyapo kog kowe panggah kekeh muji Durno (panggilan versi jawa Drona)?" Tukas Reksa
"Ngene cah, isun belajar hormat, belajar ngabdi, belajar ngurmati hak-hak e kamanungsan, uga Guru Durno." Jawab Ekalaya.


Begitu besar rasa cintanya kepada Drona, walaupun tak terbalas. Tetapi inilah yang kemudian menjadi semangat juangnya. Ia akan kembali membangun Paranggelung ketika Hastina abai, pun acuh atas kedatangannya. Ia diterima di Hastina asal ia membawa upeti belajar dan mengurangi kemampuannya, agar tak mengalahkan sang Arjuna. Tetapi suatu hari ia akan kembali pulang ke Paranggelung, membangun jelaga dengan tangan yang tak lengkap jarinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun