Mohon tunggu...
A. Dahri
A. Dahri Mohon Tunggu... Penulis - Santri

Alumni Sekolah Kemanusiaan dan Kebudayaan Ahmad Syafii Maarif (SKK ASM) ke-4 di Solo

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Jabatan, Antara Keinginan dan Kesadaran

7 Oktober 2020   11:13 Diperbarui: 7 Oktober 2020   11:26 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jabatan, kata sebagian orang adalah semu. Ia tidak lama, tidak juga baku. Sebatas, terbatas, dan dikejar waktu. Tapi jabatan adalah ia sesuatu yang seksi, siapapun tergoda, tercengang wajahnya menatap kemilaunya. 

Ada yang enggan menerima jabatan, tapi ia dikejar dan dipercaya atasnya. Ada yang menggebu-gebu, seakan dengan ia menjabat maka bersemilah bunga-bunga nan indah beranum biru. 

Ia yang enggan dengan jabatan, kadang merasa tiada mampu, tiada daya, dalam menyikapi jabatan itu. Ia lebih suka tertawa bersama kolega, tanpa syarat, tanpa sekat, tanpa rasa sungkan. Ia mewarisi kearifan, pun rasa khawatir akan tiada kemampuan adalah cerminan bahwa ia hati-hati dan -- tanpa ambisi.

Sebaliknya, ia yang riuh akan visi dan misi, ia yang ramai akan purwarupa ragam nilai, ragam keelokan dari capaiannya kelak. Jabatan baginya adalah langkah menuju pengejawantahan mimpi dan angannya. Arah dan ragam pemikirannya. Tidak hanya itu, ia mampu mewujudkan apa yang menjadi angan kebanyakan orang, dengan kebijakan dan tanda tangannya tentunya.

Tentu kita tidak bisa menilai mana yang paling baik atau yang paling buruk. Keduanya semu. Keduanya nisbi. Selain ruang keakuan yang berbeda, ada purwarupa potensi yang dititipkan Tuhan kepada setiap manusia. 

Pondasi utamanya adalah kesadaran. Sadar bahwa kealpaan pasti dimiliki setiap manusia. Bahwa manusia pasti dilingkupi kesalahan yang tidak bisa lepas, karena itu fitrah manusia. 

Sesukses apapun yang dikerjakan, pasti diiringi kesalahan dan ragam kegagalan. Jadi santai saja menyikapi apa itu jabatan. Sekiranya dipercaya atas jabatan itu, maka dilaksanakan semaksimal mungkin. Kalaupun tiada jatah jabatan, maka santai saja. Karena hidup tidak hanya berburu sesuatu yang lapuk dimakan waktu. 

Apa saja yang tampak dalam kehidupan adalah tanda dariNya. Begitu juga dengan waktu yang mampu merenggut jabatan yang semu. Garis besarnya adalah kesadaran. Bahwa manusia hanya sekedar hamba. Manusia tidak memiliki apapun yang melekat dalam dirinya. Manusia hanya sebatas ruang dan waktu. Kesadaran adalah yang utama.

Banyak di antara kita, pun ini menjadi pengingat bagi penulis. Bahwa berburu jabatan menjadi satu ritus yang dipuja-puja. Dampak atas jabatan adalah kehormatan. Dihormati, disanjung-sanjung dan lain sebagainya. Dalam kondisi tertentu manusia tetaplah manusia. Ia tidak mampu melepaskan diri begitu saja dari nafsu dan keinginan-keinginan. 

Sosrokartono pernah menyinggungnya, Sugih tanpo bondo(Kaya tanpa harta), Digdoyo tanpo aji(Tak terkalahkan tanpa kesaktian) Nglurug tanpo bolo (Menyerbutan papasukan) Menang tanpo ngasorake(Menang tanpa merendahkan) Trimah mawi pasrah(Menerima juga pasrah) Suwung pamrih tebih ajrih(Jika tanpa pamrih tak perlu takut) Langgeng tan ono susah tan ono bungah(Tetap tenang meskipun ada duka dan suka) Anteng mantheng sugeng jeneng(Tidak macam-macam membuat nama baik terjaga)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun