Mohon tunggu...
A. Dahri
A. Dahri Mohon Tunggu... Penulis - Santri

Alumni Sekolah Kemanusiaan dan Kebudayaan Ahmad Syafii Maarif (SKK ASM) ke-4 di Solo Iswaya.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Corona dan Pendidikan Keluarga

3 April 2020   22:21 Diperbarui: 3 April 2020   22:48 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kompas.comSumber: Kompas.com

Pengajaran tidak hanya terpaku pada pola tatap muka. Dalam hal ini dampak corona seakan menjawab bahwa pengajaran tidak selalu terpaku pada perjumpaan dan duduk bersama, melainkan permenungan yang dibangun serentak melalui kesadaran; bahwa manusia memiliki kebutuhan pengetahuan. 

Apakah sekolah hari ini menjawab kebutuhan itu? Atau hanya memfasilitasi agar terbentuk citra pendidikan yang diukur atas kompetisi dan hasil akhir? Sedangkan pengajaran tidak berhenti pada ujian akhir, melainkan membentuk kesiapan-kesiapan dalam menghadapi kehidupan di luar dinding sekolah.

Jhon Dewey menyinggung, bahwa pendidikan adalah ruang demokrasi, di mana masyarakat membutuhkan pengetahuan (melalui pendidika) sebagai way of life. Pengajaran bukan sebatas "given" tetapi juga menyentuh ruang-ruang terdalam objek pengajaran. Dalam hal ini adalah siswa dan mahasiswa. Corona menjadi batu loncatan kesadaran bahwa belajar di rumah menjadi semangat awal pendidikan di sekolah. Pada intinya adalah bagaimana pendidikan keluarga menjadikan anak sebagai peserta didik menempati posisinya; masyarakat yang butuh akan pengetahuan.

Bagaimana internalisasi nilai-nilai bisa terwujud di lembaga pendidikan? maka, tergantung pada bagaimana peserta didik di luar dinding lembaga pendidikan. Sejalan dengan itu, belajar di rumah menjadi tantangan yang berat bagi pendidik, di mana internalisasi nilai-nilai, utamanya kesadaran, tidak serta merta dapat diukur begitu saja. Karena setiap peserta didik akan merasa menjadi dirinya ketika tidak dikaitkan dengan standarisasi dan tetek bengek administrasi pendidikan.

Hikmah adanya corona adalah mengembalikan semangat pendidikan keluarga. Walaupun tantangannya juga luar biasa, karena belajar di rumah tidak melulu berjejaring dengan googleclasroom, daring dan lain sebagainya. Melainkan belajar untuk bertanggung jawab atas kebutuhan pengetahuannya sediri; sesuai dengan apa yang menjadi kecenderungannya.

Karena faktanya, belajar di rumah diartikan sebagai pemenuhan tanggung jawab di sekolah yang dialihkan ke rumah. Dan faktanya, mabar, game online masih menempati posisi paling diminati, ketimbang membukan googleclasroom, daring atau sejenisnya. Apalagi di daerah pinggiran yang akses wifi tidak terjangkau? Tentu hal ini menjadi masalah bagi lembaga pendidikannya.

Ada pertanyaan yang terselip, agaknya pendidikan keluarga menjadi solusi yang ramah untuk saat ini, sehingga bukan pada ruang-ruang akademik yang seharusnya terlalu disoroti, tetapi di dalam keluarga itu sendiri. 

Pertanyaannya adalah bagaimana merubah sosial distancing yang sudah melekat di benak peserta didik, dan lebih nyaman belajar di rumah ketimbang kembali belajar di sekolah? Atau hal ini semacam candu, bahwa sampai kapanpun sekolah itu candu sehingga tidak perlu khawatir dengan adanya perubahan itu? []   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun