Mohon tunggu...
A. Dahri
A. Dahri Mohon Tunggu... Penulis - Santri

Alumni Sekolah Kemanusiaan dan Kebudayaan Ahmad Syafii Maarif (SKK ASM) ke-4 di Solo Iswaya.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Corona: Refleksi dari Ka'bah

9 Maret 2020   04:16 Diperbarui: 9 Maret 2020   04:38 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi : Google


Ka'bah adalah kiblat bagi umat muslim dalam beribadah mahdloh. Ka'bah juga menjadi satu tempat untuk menyempurnakan rukun islam. Tanah suci adalah pengistilahan yang -- secara bersama disepakati oleh semua agama, khususnya islam.

Di samping menjadi sejarah panjang Nabi Ibrahim dan Isma'il, juga menjadi dimensi ilmiah keseimbangan gerak bumi. Dengan kata lain, secara ilmiah Makkah memiliki kumpulan energi positif yang menyebar keseluruh alam semesta melalui gerak pusaran energi yang dibangun oleh setiap jamaah yang datang dari berbagai penjuru dunia.

Agus Mustofa pernah menulis dalam bukunya "Pusaran Energi Ka'bah" bahwa gerakan melingkari Ka'bah (thawaf) menciptakan sebuah medan gaya yang mampu menghasilkan energi gelombang elektromagnetik positif. Spiritual cosmos dalam aktivitas thawaf jamaah adalah manifestasi prinsip fisika dalam kehidupan. Manusia yang datang dari segala penjuru menjadi sekumpulan "elektron" yang mengitari poros Ka'bah dan menciptakan energi positif di sekitarnya. Efeknya bisa dirasakan langsung oleh jamah yang berada di sana. Ketenangan hati, kemustajaban doa, dan lain sebagainya.

Dengan demikian thawaf menjadi investasi energi positif yang tidak hanya bersifat horizontal semata, melainkan menyebar secara vertical.

Energi positif tidak hanya untuk manusia saja, ia juga bergelanyut di dalam rongga-rongga alam semesta raya. Ia juga menjadi control atas gerak reflektif dari perubahan alam semesta. Gunung, gerak bumi, angin laut yang memengaruhi cuaca, dan lain sebagainya. Wassamsu tajri limustaqarrillaha tidak hanya berarti bahwa ia bergerak pada orbitnya semata, matahari juga berputar menjaga stabilitas energi postif yang di hasilkan. Hal ini sejalan dengan yusabbihu lahu ma fissamawati wa ma fil ard. Bahwa semua apa yang ada di langit dan di bumi bertasbih nyawijikan diri dengan Tuhan).

Keseimbangan adalah kunci adanya Gerakan thawaf, membaca tasbih dan memuji Tuhan. Tentu implementasinya berupa moral dan kesadaran. Kausa prima yang dikenalkan oleh Plato jelas mengarah kepada keyakinan ilahiyah, bahwa memang ketidakterbatasan tidak bisa dijangkau dengan ruang ide, tetapi ide adalah perabot utama manusia menuju ketidakterbatasan itu.

Beberapa hari terakhir di awal maret 2020 Masjidil haram ditutup oleh otoritas Arab Saudi. Hal ini dikarenakan adanya isu penyebaran penyakit coronavirus. Data ilmiah tentang bagaimana pengaruh dan penyebarluasan virus corona menjadi alasan otoritatif pemerintah Arab untuk menutup sementara Masjidil haram. Tentu hal ini mengakibatkan kerugian di beberapa pihak, jamaah yang sudah terjadwal ibadah umrahnya bisa ditunda dalam beberapa waktu yang belum dipastikan kapan dibuka.

Dengan kata lain, beberapa hari terakhir, bahkan kedepan, belum dipastikan adanya thawaf di ka'bah. Lantas bagaimana dengan pusaran energi positif? Apakah hal ini juga ikut terhenti dan memengaruhi siklus alam semesta? Jawaban pastinya tentu tidak.

Energi positif tidak hanya terpusat dari ka'bah saja, tetapi juga dari berbagai penjuru dunia. Menjaga komunikasi dengan sesama manusia, menjaga alam sekitar, melestarikan sumberdaya alam, membangun sumber daya manusia, membangun karakternya, menguatkan ketahanan mental generasi penerus, membangun ruang-ruang muhasabah, membentuk ruang-ruang diskusi, membangun kepedulian dan keberpihakan, dll. Kesemua itu juga turut menyumbang menjaga stabilitas kehidupan, tentunya menjadi penambah sumber energi positif.

Dengan kata lain, gerak progresif pemahaman terhadap kondisi sekitar adalah sumbangan terbesar dalam menjaga stabilitas alam semesta. Lalu bagaimana dengan corona? Apakah itu adzab dari Tuhan atau yang lain? Tentunya kita menyakini adanya pesan bahwa likulli da'in dawa'un, setiap penyakit disertai dengan obatnya, setiap kesusahan pasti dibarengi dengan kemudahannya. Lantas apa sebenarnya yang menjadi permasalahan?

Permasalahannya adalah la yukallifullaha nafsaan illa wus'aha. Pada dasarnya manusia cenderung lupa bahwa ia adalah hamba yang harusnya mengabdikan diri kepada Tuhan sepenuh hati.

Contoh sederhananya adalah membuang sampah pada tempatnya, tidak jarang yang abai bahkan cenderung menyepelehkan tentang itu. Maka, ketika selokan-selokan tersumpal oleh sampah-sampah maka banjirlah, ketika banjir apakah ini dianggap sebagai adzab Tuhan? agaknya perlu ditinjau ulang deh.

Bisa jadi apa yang dianggap adzab dari Tuhan, hanyalah persepsi saja. Karena pada dasarnya adzab itu diciptakan  oleh manusianya sendiri.

Sejalan dengan hal itu, perlu ada pemahaman bahwa agama dan kondisi sosial memiliki keterkaitan, tetapi bukan masalah pengatasnamaan, melainkan refleksi dan evaluasi. Yang jelas perintah Tuhan adalah berpikir. Maka proses berpikir bukan proses sulapan, tetapi ada perenungan panjang untuk mengambil hikmah di dalamnya. []

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun