Mohon tunggu...
A. Dahri
A. Dahri Mohon Tunggu... Penulis - Santri

Alumni Sekolah Kemanusiaan dan Kebudayaan Ahmad Syafii Maarif (SKK ASM) ke-4 di Solo Iswaya.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pertanian, Desa, dan Keberpihakan

11 Februari 2020   18:10 Diperbarui: 12 Februari 2020   23:29 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Fakta News

Paradoks pembangunan yang kian aus dalam kemajuan jaman. Utamanya dalam sebuah negara berkembang. Bahwa keberpihakan terhadap petani di desa belum cukup dibuktikan. Pertanian dan desa berjalan bersamaan, bangsa yang berdikari dapat dilihat dari bagaimana sistem kebijakan pertaniannya.

Jika  sejak tahun 1950-an negara-negara di Uni Eropa sudah memulai program Common Agricultural Policy (CAP) sebagai kerangka kebijakan dalam memroteksi pertanian (Baca: Tembakau, negara dan kerakusan modal asing, 2012). Dengan memroteksi pertanian di sebuah wilayah atau desa maka akan menunjukkan peningkatan dan penurunan ketahanan pangan yang menyuplai sektor penyediaan bahan makanan pokok.

Development paradox dikenalkan oleh Amartya Sen pada tahun 1992. Paradoks pembangunan yang dimaksud mengacu terhadap ketimpangan pembangunan di negara maju dan negara berkembang. Ciri mendasarnya adalah: Negara maju memiliki fokus yang ketat terhadap ketahanan pangan dan ekonomi masyarakat, melalui berbagai sektor, utamanya pertanian, dengan kata lain desa menjadi fokus utama pengembangan, sedangkan di beberapa negara berkembang lebih cenderung menekankan pembangunan yang bias kota. 

Ada keharusan untuk mengawal pertanian, karena pertanian menjadi penyedia bahan pokok kebutuhan masyarakat sebuah negara. Semakin meningkat ketahanan pangannya, maka semakin besar kemungkinan untuk menjadi negara yang mandiri.

Dalam lingkup wilayah misalnya, Malang adalah salah satu daerah dengan ketersediaan sumber daya alam yang melimpah. Sawah yang terhampar luas, sekiranya menjadi ketahanan pangan dalam bidang beras. Kebun kopi, cengkeh, karet, teh, dan jeruk ditambah dengan sayur mayur, menjadi salah satu kemapanan sebuah wilayah yang bisa diproteksi perkembangannya.

Namun pada akhirnya kita tahu bahwa desa wisata lebih seksi untuk dikaji dan dikembangkan. Tentunya memberi dampak terhadap masyarakat sekitarnya, baik dalam sikap ekonomi sosial maupun ekonomi politik.

Ekonomi sosial lebih dekat dengan kebersamaan dalam menjaga dan membudidayakan sektor-sektor yang ada di sekitar. Maka wajar jika di masa lampau dikenal dengan sistem barter. Sedangkan ekonomi politik lebih besar jangkauannya, bagaimana sebuah wilayah menjadi indikator atas stabilitas perputaran ekonomi secara luas.

Setiap daerah memiliki produk lokal yang menonjol, tentunya berbeda dengan wilayah yang lain. Namun, jika melihat malang hari ini, maka kita akan melihat bagaimana pola keberpihakan terhadap pertanian di Indonesia. Di malang perkembangan bisnis property, perumahan dan wisata lebih pesat ketimbang pengembangan dalam sektor pertanian. Dengan kata lain sangat perlu kebijakan proteksi dalam bidang pertanian. Tujuannya jelas, menstabilkan ketahanan pangan dan penyediaan bahan pokok.

Pada dasarnya agrobisnis pertanian pada tahun 2003 sudah pernah memberi sumbangsih yang besar terhadap penyediaan bahan baku, sumber devisa, pasar potensial melalui penciptaan ketahanan dan kedaulatan pangan. Agaknya hal inilah yang perlu dipertegas hari ini keberpihakannya. Jika desa menjadi pusat perhatian hari ini, maka perlu adanya proteksi dalam sektor kemajuan desa melalui sektor pertanian.

Pembangunan yang perlu adalah membangun kesadaran manusianya, pun membangun sektor yang memiliki peran penting dalam stabilitas nasional. Bukan saling menimpuk untuk menumpuk, karena yang perlu dipertegas adalah keberpihakannya. Wallahu a'lam.[]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun