Mohon tunggu...
A. Dahri
A. Dahri Mohon Tunggu... Penulis - Santri

Alumni Sekolah Kemanusiaan dan Kebudayaan Ahmad Syafii Maarif (SKK ASM) ke-4 di Solo Iswaya.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sekolah Menjamin Moral Bangsa, Benarkah?

12 Januari 2020   18:43 Diperbarui: 12 Januari 2020   18:50 987
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jagongan singkat di rumah kolega guru saya menyisakan satu kegelian, "Kalau hari ini ada peserta didik yang minus dalam hal sopan santun, jangan salahkan muridnya, tapi gurunya." Tentunya asumsi tersebut belum memasuki kebenaran secara utuh. Di samping masih banyak pendekatan dan sudut pandang yang lain, perlu juga melihat lebih jeli bagaimana kondisi latar belakang peserta didik tersebut.

Pendidikan dengan kebijakan yang selalu bongkar pasang, lebih-lebih rutinan lima tahunan sekali, agaknya memberi dampak pada pelaku pendidikan. Dari sistem administratif, sampai sistem pembelajarannya. Dari kebijakan yang bersifat sentral, sampai kebijakan lokal. Tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Setiap pendidik memiliki orientasi dan pola dalam mendidik. Beragam teori menjadi epistimologi dalam menjalaninya. Pada kahirnya siswa menjadi objeknya. Tujuan secara umum adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Memberikan pengetahuan yang layak. Agar menjadi bekal kemanfaatan di kehidupannya.

Hal ini sejalan dengan filsafat "Ing ngarsa sung tuladha" sederhananya guru menjadi publik figur bagi siswa-siswinya. Guru menjadi percontohan atas sikap dan keputusan yang akan diambil oleh para siswa-siswinya. Di samping guru memiliki ruang yang luas dan kewibawaan yang besar. Utamanya dalam mendidik, pun dalam membentuk karakter siswa-siswinya. Disadari atau tidak, dewasa ini guru hanya menjadi tutor untuk lulus dari ujian-ujian akademik, baik yang bersifat kelembagaan maupun nasional.

Maka tidak heran ketika banyak guru atau pendidik kurang dihargai, bahkan dihormati. Khususnya di lembaga formal. Buktinya apa? Tidak sedikit kekerasan yang terjadi antara guru dan siswa, baik di dalam maupun di luar kelas. Berita-berita tentang perkelahian antara guru dan siswa terekam di berbagai media.

Siswa di era-era terdahulu sudah menjadi tanggung jawab guru jika di dalam sekolah. Dan akan beralih tanggung jawabnya kepada orang tua jika di rumah. Kepercayaan yang terbentuk antar guru, orang tua dan murid menjadi landasan keberlangsungan proses pendidikan.

Jika hari ini terjadi pelanggaran HAM ketika seorang guru mencubit siswanya, maka kepercayaan yang dulu dibangun sudah ambruk dan hancur berkeping-keping. Tidak sedikit pihak guru yang dijebloskan ke dalam penjara hanya karena mencubit dan melempar kapur ke tubuh siswa. Padahal para guru melakukan hal tersebut dengan tujuan agar siswa-siswi lebih disiplin dan memperhatikan pelajaran yang disampaikan.

Dengan kata lain sekolah sudah menjadi ruang yang tidak kondusif. Mengapa? karena kepercayaan dari orang tua siswa yang menurun. Hal ini dibuktikan dengan pelanggaran HAM ketika melakukan kontak fisik yang bersifat mengingatkan atau mendisiplinkan.

Proses pendidikan akan menjadi pincang ketika salah satu elemen pendidikannya rusak. Bagaimana menciptakan sekolah yang kondusif? Bagaimana agar Guru menjadi "Ing Madya mangun karsha" agar menjadi penyemangat? Bagaimana agar Orang tua bisa terlibat dalam proses pendidikan? Bagaimana agar masyrakat menjadi lingkungan yang menunjang dalam pendidikan? dan Bagaiman pemerintah bekerja dengan optimal dalam membangun pendidikan? agaknya "PRnya" juga lumayan banyak.

Moral adalah satu hal yang menjadi identitas pendidikan di suatu lembaga atau masyarakat. mengapa tidak harus pintar tapi bermoral, ketimbang pintar tapi tidak beretika? Atau petanyaan ini hanya mengarah terhadap pelemahan saja? Agaknya tidak. Seorang psikoloh Will Gervais menemukan teori baru tentang prasangka moral. Dengan alasan adanya bias prasangka bahwa pintar belum menjamin bermoral.

Di samping banyak sekali moral yang dibuat-buat dengan kepintaran. Contoh sederhananya adalah ketika ada tersangka korupsi yang tiba-tiba menjadi sangat sopan dan terlihat lebih religius setalah tertangkap. Hal ini terjadi pula di masyarakat pendidikan. Bahwa tidak sedikit guru yang kemudian lupa pada posisi sebagai brahmana sehingga turun menjadi kasatria. Tidak sedikit guru yang hanya datang menuntaskan tanggung jawabnya mengajar kemudian merancang proyek-proyek pendidikan yang menguntungkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun